Latihan ini, kata dia, sangat tepat untuk melatih kecepatan kita dan menguji kecepatan kita dalam merespon peringatan dini, yang sekaligus juga menguji keandalan sistem peringatan dini tersebut. Latihan juga untuk mengetahui apakah WRS New Generation yang baru dipasang bisa memberikan informasi yang cepat tepat dan akurat.
“Apakah sirine yang dipasang di wilayah rawan gempa dan tsunami dalam kondisi yang baik? Dan yang paling penting, apakah petugas di pemerintah daerah misal BPBD atau Pusdalop benar-benar sudah siaga 24 jam dalam menjalankan perintah evakuasi,” ucapnya.
Menurut dia, untuk keberhasilan sistem ini dalam mencegah korban jiwa, kesiapan seluruh pihak baik di pusat serta pemerintah daerah dan masyarakat setempat dalam merespons peringatan dini untuk penyelamatan diri di daerah rawan perlu selalu ditingkatkan. Caranya, melalui edukasi /pelatihan ataupun gladi evakuasi, juga penyiapan peta, jalur dan tempat evakuasi yang memadai.
Dwikorita meminta peserta kegiatan IOWave20 untuk semangat dan fokus. Peserta yang berperan sebagai pelaku, fasilitator, Observer dan Tim After Action Review (AAR) merupakan kunci dari kesiapsiagaan bencana tsunami di Indonesia.
IOWave20 diikuti oleh 24 negara di Pantai Samudera Hindia. Di Indonesia diikuti 458 peserta yang terdiri atas BNPB, BIG, Basarnas, BPPT,IOTIC UNESCO, UN-inspire, 37 UPT BMKG, 130 BPBD di 33 provinsi, media cetak, online dan elektronik, Bandara Internasional Yogyakarta (YIA), akademisi, dan pihak swasta. Fasilitator dan observer berjumlah 129 orang terdiri atas BPBD dan UPT BMKG.