Lebih lanjut, Bahlil menjelaskan bahwa proyek ini merupakan hasil kolaborasi antara Indonesia dan China, khususnya dengan perusahaan Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL), produsen baterai kendaraan listrik terbesar di dunia.
Menurutnya, Indonesia memiliki sebagian besar bahan baku penting untuk baterai seperti nikel, mangan, dan kobal, namun belum menguasai teknologi secara komprehensif, sehingga dibutuhkan kerja sama dengan mitra internasional seperti CATL.
"Indonesia itu betul dari bahan baterai, nikel, mangan, kobal, dan litium. Yang kita tidak punya itu tinggal litiumm mangan, kobal, dan nikel kita punya semua. Tetapi teknologi itu memang belum terlalu kita miliki secara komprensif, karena itu kita lakukan kerjasama dengan teman-teman dari China, khususnya CATL," tuturnya.
Bahlil menambahkan, dalam struktur proyek tersebut, BUMN Indonesia menguasai 51 persen saham, termasuk melalui PT Aneka Tambang (Antam) di sektor hulu, HPAL (High Pressure Acid Leaching), dan smelter.
Untuk lini precursor, katoda, hingga baterai sel, kepemilikan Indonesia minimal mencapai 30 persen, dan Bahlil menyebutkan ada potensi peningkatan kepemilikan lebih kuas di masa depan.
"Dan atas arahan Bapak Presiden kemarin untuk kita bangun tidak hanya baterai mobil, tapi juga baterai untuk mengisi listrik dalam mempergunakan solar panel. Dan kemarin sudah kita bicarakan, dan insyaallah mereka bersedia untuk kita kembangkan agar semua produk ada dalam negeri," ucapnya.
Selain nilai investasinya yang besar, proyek ini diperkirakan menciptakan 8.000 lapangan kerja langsung dan sekitar 35.000 pekerjaan tidak langsung. Multiplier effect terhadap perekonomian nasional diperkirakan mencapai 40 miliar dolar AS per tahun.
"Ini bukan angka kecil. Dan ini setiap tahun ketika harganya naik, itu naik lagi," ujar Bahlil.