Lalu atas saran ayahnya Gus Dur, Yenny keluar dari UI dan melanjutkan pendidikannya di Jurusan Desain Komunikasi Visual di Universitas Trisakti. Yenny kemudian melanjutkan studi S2 di jurusan administrasi publik di Universitas Harvard, Amerika Serikat (AS).
Yenny Wahid mengawali kariernya sebagai wartawan. Yenny sempat bertugas sebagai reporter di Timor-Timur dan Aceh, serta menjadi koresponden koran Australia, The Sydney Morning Herald dan The Age (Melbourne) pada 1997-1999.
Yenny pernah mendapat perlakuan kasar dari milisi saat kembali ke Jakarta. Liputannya di Timor Timur berbuah manis pasca referendum karena mendapatkan anugerah Walkley Award.
Yenny juga ikut meliput suasana Reformasi 1998. Bahkan Yenny juga pernah ditodong senjata oleh oknum anggota ABRI yang sedang berusaha mensterilkan jalan lingkar Trisakti.
Namun, Yenny harus mundur dari profesinya saat Gus Dur, terpilih menjadi presiden ke-4 pada Oktober 1999. Yenny selalu mendampingi ayahnya ke mana pun dengan posisi sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik.
Setelah Gus Dur lengser pada 2001, Yenny melanjutkan pendidikannya dan memperoleh gelar Magister Administrasi Publik dari Universitas Harvard di bawah beasiswa Mason.
Yenny Wahid kembali dari Amerika Serikat pada 2004, dia kemudian menjabat sebagai direktur Wahid Institute yang saat itu baru berdiri dan menduduki posisi itu sampai sekarang.