Tahap kedua yakni Uji Praklinik. Tahap ini untuk memastikan bahwa vaksin yang dibuat dilakukan pengujian terhadap sel dan dilanjutkan dengan hewan percobaan. Tahapan ini sering disebut studi In Vitro dan In Vivo.
Tujuannya untuk mengetahui keamanan vaksin sebelum diujicobakan kepada manusia. "Proses ini kita ingin memastikan bahwa sel-sel atau badan sel yang dimatikan dari virus ini diambil dan dimodifikasi supaya bisa menjadi bahan vaksin yang tepat sebelum diuji pada uji Preklinis," kata Wiku.
Setelah uji Praklinik berhasil, dilanjutkan uji klinis fase 1. Para ilmuwan memastikan sampel vaksin minimal 100 vaksin, yang diujicobakan pada manusia untuk memastikan keamanan pada manusia serta menilai farmakokinetik dan farmakodinamik. Dalam uji klinis fase 1 juga untuk menentukan rentang dosis aman untuk manusia.
Selanjutnya masuk uji klinis fase 2. Fase ini menggunakan sampel vaksin antara 100 sampai dengan 500 orang. Dalam fase ini juga, para ilmuwan menilai dan memastikan bahwa keamanan pada manusia dapat tercapai dan menilai efektivitasnya.
Para ilmuwan juga kembali menentukan rentang dosis optimalnya dan menentukan frekuensi pemberian dosis paling optimal dan menilai efek samping jangka pendek.
Setelah lulus fase 2, maka masuk uji klinis fase 3. Dimana fase ini melakukan uji coba dengan melibatkan sampel minimal 1.000- 5.000 orang untuk menilai dan memastikan keamanan, efektifitas dan manfaat yang didapatkan melebihi risiko penggunaan pada populasi yang lebih besar.
"Apabila fase 3 ini tuntas dan hasilnya memuaskan, akan masuk fase berikutnya, yaitu fase persetujuan. Fase persetujuan ini kita pastikan vaksin mendapatkan persetujuan dari lembaga pengawas obat dan makanan serta kesehatan," ucapnya.
Apabila semua tahapan tersebut berjalan dengan baik, bisa masuk ke tahapan produksi vaksin dalam jumlah yang besar.