Sebut MK Jadi Alat Muluskan Gibran Cawapres, NCW: Demokrasi Dibungkam

Bachtiar Rojab
Ketua Umum DPP National Corruption Watch (NCW), Hanifa Sutrisna menilai hadirnya Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024 menandakan adanya kuasa relasi untuk melanggengkan politik dinasti. (Foto: NCW)

JAKARTA, iNews.id - Ketua Umum DPP National Corruption Watch (NCW), Hanifa Sutrisna menilai hadirnya Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024 menandakan adanya kuasa relasi untuk melanggengkan politik dinasti. NCW menyoroti adanya kebobrokan nafsu syahwat oligarki di lingkungan Istana Negara atas dugaan pengaturan keputusan di Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan karpet merah untuk putra mahkota agar bisa maju menjadi cawapres.

“Hari ini kita kembali dipertontonkan opera oligarki di dunia perpolitikan Indonesia. Kami DPP NCW melihat MK makin ugal-ugalan, keluar dari esensinya yang semestinya menjalankan check and balances pada kekuasaan pembuat undang-undang (eksekutif dan legislatif),” ujar Hanifa, Jumat (27/10/2023).

Kekhawatiran akan ketidaknetralan Ketua MK membuat publik meragukan lembaga penegakan hukum konstitusi ini. Sebab, bukan tidak mungkin lembaga tersebut kian tidak dipercaya masyarakat.

“Jika lembaga sebesar MK bisa dikooptasi dan dikonsolidasikan oleh oknum penguasa, ke mana lagi rakyat akan mengadu jika hak konstitusi mereka diganggu oleh undang-undang dan peraturan yang dibuat penguasa?” ujarnya.

Menurutnya, Gibran telah memperlihatkan betapa kecilnya nilai perjuangan, pengalaman, dan jabatan para Ketua Umum Partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) di hadapan ribuan relawan dengan pernyataan ‘tenang Pak Prabowo, saya ada di sini’.

“Segitu hebatnya politik dinasti sehingga cukup dengan seorang Gibran, seolah-olah semua masalah bisa diselesaikan dengan kekuasaan dan nepotisme karena ada hubungan kuasa relasi dengan Presiden Jokowi,” katanya.

Kemudian, Hanif pun menyinggung adik dari Gibran yakni Kesang Pangarep. Satu bulan sebelum keputusan kontroversial MK (25/9/2023), dia dilantik menjadi Ketua Umum Partai Soliaritas Indonesia (PSI).

“Kami duga keras ini adalah bentuk gratifikasi berupa previlege (kemudahan) karena ada kuasa relasi sebagai anak Presiden Jokowi. Apa iya seperti ini demokrasi dan suksesi dalam perpolitikan yang sehat yang dibangun pascareformasi di Indonesia?” ucap Hanif.

Editor : Rizal Bomantama
Artikel Terkait
Nasional
2 hari lalu

Sidang Uji Materi UU Pers, PWI Tegaskan Perlindungan Wartawan Tak Boleh Sekadar Formalitas

Nasional
4 hari lalu

Respons Gibran soal Soeharto dan Gus Dur Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional 

Nasional
4 hari lalu

Wapres Gibran Minta Menteri dan Kepala Daerah Kawal Proyek Bendungan Jragung

Nasional
5 hari lalu

Pakar Hukum Surati Komisi III DPR, Minta Keabsahan Ketua MK Suhartoyo Dibahas

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal