JAKARTA, iNews.id - Sejarah Hari Pers Nasional tidak bisa dilepaskan dengan hari lahirnya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Surakarta, Jawa Tengah pada 9 Februari 1946. Di waktu itu, PWI menjadi wadah aspirasi perjuangan wartawan yang memiliki peran ganda, yakni sebagai aktivis pers dan aktivis politik.
Dalam perannya di lingkup pers, wartawan bertugas untuk melakukan pemberitaan kepada masyarakat. Sedangkan perannya dalam lingkup politik adalah membangun perlawanan rakyat terhadap kembalinya kolonialisme dan negara-negara boneka yang ingin menghancurkan NKRI.
Saat PWI berdiri, Soemanang Soerjowinoto dipercaya menjabat sebagai ketua umum, Sementara itu, Sudarjo Tjokrosisworo mendampinginya sebagai sekretaris.
Adapun delapan anggota PWI yang terdiri dari pimpinan media massa di Indonesia adalah sebagai berikut.
• Sjamsuddin Sutan Makmur (harian Rakjat, Jakarta)
• B.M. Diah (Merdeka, Jakarta)
• Abdul Rachmat Nasution (kantor berita Antara, Jakarta)
• Ronggodanukusumo (Suara Rakjat, Modjokerto)
• Mohammad Kurdie (Suara Merdeka, Tasikmalaya)
• Bambang Suprapto (Penghela Rakjat, Magelang)
• Sudjono (Berdjuang, Malang)
• Suprijo Djojosupadmo (Kedaulatan Rakjat,Yogyakarta)
Lalu, bagaimana hari lahir PWI akhirnya diperingati sebagai Hari Pers Nasional? Simak ulasannya berikut ini.
Dilansir dari situs PWI, Kamis (9/2/2023), PWI pernah menggelar kongres di Padang, Sumatera Barat pada tahun 1978. Dalam kongres tersebut, ide untuk menjadikan hari lahir PWI sebagai Hari Pers Nasional tercetus.
Sayangnya, ide tersebut tidak langsung disetujui oleh Presiden Soeharto.
Lalu dalam sidang ke-21 Dewan Pers di Bandung, Jawa Barat yang diselenggarakan pada 1981, peringatan Hari Pers Nasional setiap tanggal 9 Februari mantap akan diajukan ke pemerintah.
Beberapa tahun kemudian, pengajuan tersebut disetujui dan ditetapkan dalam Penetapan Hari Pers Nasional diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 5 Tahun 1985. Adapun tujuan dari diperingatinya Hari Pers Nasional adalah sebagai berikut.