Senyum dipilih karena dalam senyuman terpancar pesan ‘good personality’ dari pemilik senyuman. Saat tersenyum, yang terpancar dalam keindahan senyuman itu adalah optimisme, kehangatan, empati, niat baik. Sebagai alat untuk membangun citra diri atau personal branding, senyum adalah upaya untuk membentuk persepsi positif pada publik.
Citra diri dalam konteks komunikasi tidak bisa datang begitu saja. Perlu dibangun dan memakan waktu yang lamanya bergantung pada bagaimana effort yang dikerjakan untuk hal tersebut.
Seseorang atau sebuah brand, dalam hal ini kontestan pemilu, harus memahami kekuatan atau kelebihan diri yang bisa disampaikan sebagai sebuah pesan utama. Pesan harus sederhana namun mengena. Terlalu banyak pesan malah tidak efektif karena berpotensi bias. Biarkan publik lebih fokus pada apa yang terbaik dari diri ‘brand’, agar mereka lebih mudah mempersepsi ‘brand’.
Ada ungkapan, 'Senyum adalah perhiasan batin yang dapat membantu mengindahkan perhiasan lahir yang tidak sempurna'. Maka senyum sekali lagi mampu menyempurnakan penampilan seseorang. Bukan sulap, karena senyum memunculkan efek psikologis luar biasa. Dengan senyuman yang didorong hati bersih untuk menggembirakan orang, akan direspons dengan senyuman serupa dan kegembiraan pula. Begitu juga sebaliknya, sebagai sebuah ungkapan hati, senyum sinis akan direspons dengan kesedihan dan kekecewaan.
Maka, senyum yang tersebar di jutaan poster dan baliho lalu menyebar di berbagai platform media harus diambil saat suasana hati pemilik senyum dalam kondisi terbaik. Bila senyumannya masih kurang bisa membangun relasi, tim grafis yang akan menyempurnakan.
Kampanye baru dimulai, semua caleg, capres-cawapres akan terus menebar senyum terbaik mereka. Foto dengan senyum indah di berbagai media itu menjadi langkah awal untuk memberikan kesan pertama yang baik kepada publik.
Kesan pertama begitu strategis, bila gagal merebut hati maka langkah berikutnya akan semakin berat.