JAKARTA, iNews.id - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Asrorun Niam Sholeh mengatakan bahwa dalam konteks hukum Islam konsumsi pangan, obat-obatan hingga kosmetik harus memenuhi standar halal dan thoyyib atau mengandung kebaikan. Dua elemen tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, namun bisa dibedakan.
Sementara itu, dalam konteks vaksin virus Corona (Covid-19) dari Sinovac asal China, MUI tetap menjadikan hukum Islam menjadi standar dalam pengujiannya. "Harus sesuai dengan standar syari-nya, baik itu pada aspek materialnya, maupun pada aspek prosesnya," kata Niam dalam diskusi Empat Pilar MPR RI bertajuk 'Menanti Sertifikasi Halal Vaksin Covid-19' di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dikutip Rabu (16/12/2020).
Dalam proses penetapan fatwa halal terhadap produk dari vaksin ini, Niam menjelaskan bahwa yang dilihat adalah pertama adalah sisi komposisi yang terkandung dan bagaimana proses produksinya. "Dia dari mana? Kemudian menggunakan bahan apa saja, bagaimana proses produksi," ujarnya.
Menurut Niam, ketentuan itu berbeda dengan konteks yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam melakukan uji klinis vaksin yang mengedepankan kemanan, khasiat dan kualitas. "Pertama, mengenai kualitas untuk kepentingan pencegahan Covid-19. Kemudian safety atau keamanan dan efektifikasi, tingkat proteksi, itu terkait dengan ke-thoyyib-an," kata Niam.
Namun demikian, dia mengungkapkan bahwa hingga saat ini proses audit yang dilakukan oleh tim auditor halal terjadap produksi vaksin masih terus dilakukan. Setidaknya ada enam tahapan, mulai dari penumbuhan sel bagi virus, inaktivikasi virus, pemurnian, hingga pengemasan, menjadi rangkaian yang kemudian dilakukan telaah.
"Apakah produksinya memenuhi standar syari, itu yang diperiksa. Artinya sungguh pun itu satu kesatuan tak terpisahkan tetapi dibedakan, mana wilayah yang terkait dengan aspek halal atau haramnya, mana yang terkait dengan aspek keamanannya," ujar Niam. (CM)