Dia menuturkan, persoalan ini disebabkan data yang tidak lengkap. Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dinilai sebagai tombak data lapangan yang harus dicermati dan disempurnakan dalam membuat penyaluran bansos lebih akurat.
"Data pokoknya harus terus disempurnakan, dicek di lapangan kayak apa sih sebetulnya realita di lapangan. Tidak cukup dengan angka kemudian main kuota, tempat ini dikasih sekian tanpa berangkat dari angka kemiskinan atau kenyataan di lapangan," tuturnya.
Sebelumnya, dia juga pernah mengecek bansos di kampung nelayan Muara Angke, Jakarta Utara di wilayah pulau-pulau NTT, Gresik (Jatim), Tangerang (Banten), Banjarmasin (Kalsel), Balikpapan (Kaltim), serta Tanjung Pinang (Kepulauan Riau).
Menurutnya, persoalan seperti ini sangat sering ditemukan di daerah lain atau daerah kumuh yang merupakan kantong-kantong kemiskinan.
"Jangan sampai daerah slum ini, yang mestinya itu sebagian besar dia harus dapat, karena masuk kelompok enclave (daerah kantong) keluarga miskin ekstrem, banyak warga sangat layak tetapi tidak mendapatkan bantuan atau pembagiannya tidak merata. Padahal mestinya mereka harus dapat," katanya.