“Penolakan terhadap Irene adalah luka bagi kita semua. Dua nyawa hilang bukan karena ketiadaan teknologi, tetapi karena sistem pelayanan kesehatan membiarkan seorang ibu menunggu di depan pintu rumah sakit hingga napas terakhirnya,” kata Sri Gusni, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Perindo.
Dia menegaskan, negara tidak boleh berhenti pada ungkapan keprihatinan. Tragedi ini harus menjadi alarm terakhir bahwa sistem rujukan dan layanan maternal di Indonesia membutuhkan perbaikan menyeluruh.
“Kematian Irene Sokoy harus menjadi momen peringatan terakhir. Kita tidak boleh lagi membiarkan ibu dan bayi meninggal hanya karena sistem kesehatan kita rapuh dan tidak siap. Negara wajib hadir bukan hadir sebagai slogan, tetapi hadir sebagai penyelamat nyawa rakyatnya,” lanjut Sri Gusni.
Salah satu persoalan mendasar adalah keterbatasan jumlah dokter spesialis, khususnya di bidang obstetri dan ginekologi, yang membuat layanan maternal di Papua dan banyak daerah lain tidak dapat berjalan optimal. Secara nasional, rasio dokter spesialis pada 2025 hanya 0,18 per 1.000 penduduk, sementara di Papua jauh lebih rendah, berkisar 0,13 per 1.000 penduduk, jauh dibawah kebutuhan ideal masyarakat.
Distribusi tenaga kesehatan pun tidak merata, di mana sebagian besar dokter terkonsentrasi di Jawa, sementara di Papua masih banyak fasilitas kesehatan yang belum memiliki dokter sesuai standar pelayanan.