Abdurrahman Misno dalam Reception Through Selection-Modification: Antropologi Hukum Islam di Indonesia (2016) menuliskan, Djajadiningrat berpendapat bahwa tradisi dan kebudayaan Islam di Indonesia memiliki persamaan dengan Persia.
Salah satu contohnya adalah seni kaligrafi yang terpahat pada batu-batu nisan bercorak Islam di Nusantara. Ada pula budaya Tabot di Bengkulu dan Tabuik di Sumatera Barat yang serupa dengan ritual di Persia setiap tanggal 10 Muharam.
Akan tetapi, ajaran Islam yang masuk dari Persia kemungkinan adalah Syiah. Kesamaan tradisi tersebut serupa dengan ritual Syiah di Persia yang saat ini merujuk pada negara Iran. Teori ini cukup lemah karena mayoritas pemeluk Islam di Indonesia adalah bermazhab Sunni.
Teori India atau teori Gujarat menyebutkan agama Islam masuk ke Indonesia melalui pedagang dari india muslim (Gujarat) yang berdagang di nusantara pada abad ke-13. Saudagar dari Gujarat yang datang dari Malaka kemudian menjalin relasi dengan orang-orang di wilayah barat di Indonesia, setelah itu terbentuklah sebuah kerajaan Islam yang bernama kerajaan Samudra Pasai.
Selain itu, teori ini juga diperkuat dengan penemuan makam Sultan Samudera Pasai Malik As-Saleh pada 1297 yang bercorak Gujarat. Teori ini dikemukakan oleh S. Hurgronje dan J. Pijnapel.
Teori yang dikemukakan oleh Marrison mendukung pendapat yang disampaikan oleh Arnold yang menulis jauh sebelum Marrison. Arnold berpendapat bahwa Islam dibawa ke Nusantara antara lain juga dari Coromandel dan Malabar.