JAKARTA, iNews.id - Ada yang berbeda dari porses uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode ini dengan sebelumnya. Dalam uji kelayakan dan kepatutan ini, para capim akan menandatangani 'Kontrak Politik' atas komitmen yang disampaikannya dalam seleksi.
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP, Arsul Sani menyampaikan dalam uji kelayakan dan kepatutan kali ini, para capim akan menandatangi surat pernyataan atas komitmen yang disampaikan kepada DPR melalui Komisi III. Penandatangan ini juga akan dilengkapi materai untuk benar-benar memperkuat perjanjian tersebut.
"Ya tentu surat pernyataan menurut peraturan bea materai memang harus di atas materai ditekennya. Dan itu menjadi semacam 'kontrak politik' antara calon dengan DPR kalau dia terpilih nantinya," kata Arsul, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (9/9/2019).
Kontrak politik yang dimaksud, Arsul mencontohkan soal isu yang tengah bergulir seperti sekarang ini yakni revisi UU KPK. Jika para capim mengatakan tidak setuju, maka dia harus komitmen dengan jawabannya apabila yang bersangkutan terpilih sebagai pimpinan KPK periode 2019-2023.
"Kami tidak mau lagi di Fit and Proper bilang setuju, bahkan di awal masa jabatan bilang setuju, tapi begitu menggelinding suatu isu mendapatkan pressure dari publik, sipil dan ingin populer atau tidak ingin kehilangan popularitas, kemudian berbalik enggak setuju. Kami tidak ingin kultur seperti itu. Kalau tidak setuju, ya tidak setuju aja," ujarnya.
Sekretaris jenderal (sekjen) PPP ini mengakui munculnya ide kontrak politik antara DPR dan para capim KPK lantaran kekecewaan kepada para pimpinan lembaga antirasuah periode sebelumnya.
"Ya karena kami sudah pernah merasakan periode sebelumnya terjadi perubahan sikap tanpa alasan yang jelas, kecuali semata tidak ingin kehilangan popularitas di mata masyarakat sipil atau di ruang publik. Kita enggak boleh seperti itu (sebagai) penegak hukum," kata Arsul.