Kiai Cholil juga mengaitkan antara AI dan agama. AI membuka cakrawala baru dalam menginterpretasikan dan memahaman teks agama.
“Dengan adanya AI akan membantu dengan mudah dan cepat yang selama beradab-abad menjadi tugas dan domain para ulama dan teolog, yang menghabiskan tahun-tahun mereka untuk mempelajari dan memahami teks-teks suci. AI itu mesin, alat, jangan jadikan ia sebagai guru. AI hanya merangsang agar kita bisa mencari ilmu pengetahuan. Tapi dalam mencari ilmu tetap mencari guru. AI hanya membantu memberikan pengetahuan awal saja,” katanya.
Prinsip menggunakan AI harus ada prinsip amanah, insaniyah dan hikmah.
Kiai Cholil Nafis mengatakan bahwa peran kaum intelektual atau ulama menjadi sangat penting di era ini.
“Menggunakan AI untuk memaksimalkan penyebaran narasi dan dakwah, membimbing masyrakat untuk menjaga originalitas intelektual dan ajaran agama dari sumber yang berwenang,” ujarnya.
Thomas Djamaluddin sebagai Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, Pusat Riset Antariksa, BRIN, Anggota Tim Hisab Rukyat, Kementerian Agama RI menjelaskan tantangan Alquran untuk menembus langit dan bumi dengan Iptek.
“Alquran memberikan motivasi untuk selalu mencari ilmu. Sebab, orang yang beriman dan berilmu akan diangkat derajatnya oleh Allah. Hal ini tertera dalam surat Mujadilah ayat 11. Begitu juga dalam surat Ali Imran ayat 190-191 tentang Ulil Albab. Ciri-ciri Ulil Albab adalah yang selalu ingat Allah dalam setiap kondisi, bertafakur dan yang selalu mengagungkan kekuasaan-Nya,” kata Prof Thomas.
Oleh sebab itu, Prof Thomas menjelaskan bagaimana menempatkan sains dan Alquran. Prof Thomas meningatkan dalam sebuah surat ar-Rahman ayat 33 bahwa kata Sulthan adalah kekuatan untuk menembus bumi dan langit.
“Untuk menembus penjuru langit dan bumi dengan Sulthan adalah kekuatan yaitu IPTEK. Kekuatan sains dan teknologi,” tuturnya.