JAKARTA, iNews.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempunyai dua alasan mengapa tidak bersedia menandatangani perubahan Undang-Undang (UU) MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) yang disahkan DPR. Pertama, menurut Jokowi UU tersebut menimbulkan keresahan di masyarakat. Kedua, Jokowi mengakui situasi di DPR saat penerbitan beberapa pasal yang menjadi perdebatan di masyarakat saat ini banyak sekali.
Alasan Jokowi tersebut dapat dipahami oleh Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid. Namun, Jokowi seharusnya bisa bersikap yang sama menyangkut pasal penghinaan kepada presiden dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dengan tidak menandatanganinya.
Wakil Ketua Majelis Syura Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai, kontroversi UU MD3 dengan UU pasal penghinaan kepada presiden sama-sama menimbulkan keresahan masyarakat.
"UU MD3 seperti itu memang layak dikritisi, karena DPR memang tak antikritik. Tapi agar adil, apakah Pak @jokowi juga akan tidak tandatangani RUU KUHP khusus Pasal Penghinaan Presiden? Karena, sama juga, masyarakat resah, khawatir padahal hanya kritik tapi dikenakan pasal penghinaan," ujar Hidayat dalam akun Twitter @hnurwahid, Kamis, 15 Maret 2018.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menghapus Pasal 134 dan 136 KUHP tentang Penghinaan Presiden sejak Rabu 6 Desember 2006. Sekarang pasal mengenai penghinaan kepada presiden dimasukkan dalam draf revisi KUHP Pasal 263 dan 264 yang sedang dibahas di DPR bersama pemerintah.
Dalam Pasal 263 ayat (1) RKUHP menyatakan, setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.