Wapres juga mencontohkan seniman dan sastrawan yang diam-diam memasukkan nilai dakwah secara segar dalam karya-karyanya. Contoh Ki Asep Sunandar Sunarya, dalang wayang golek terkenal dari tanah Pasundan sering menyelipkan pesan dakwah dalam lakon yang dipentaskannya.
Lalu Ki Entus Susmono, dalang dari Tegal yang humoris itu sering memasukkan pesan dakwah dalam pagelaran wayang kulit.
“Jika kita baca pelan-pelan karya-karya para sastrawan kita, kita akan menemukan ada banyak jejak pesan dakwah di sana,” paparnya.
Wapres menyebut seperti puisi-puisi D. Zawawi Imron, Emha Ainun Nadjib dan puisi-puisi Gus Mus sepenuhnya adalah dakwah. Demikian juga kebanyakan puisi Taufiq Ismail yang dilagukan oleh Bimbo. Bahkan puisi berjudul “Cermin” karya Sutarji Calzoum Bachri sangat sufistik dan sangat dalam pesan dakwahnya.
Cerpen “Robohnya Surau Kami” karya A.A. Navis sangat kental pesan muhasabahnya. Novel “Kubah” Ahmad Tohari sangat bergizi dan bernilai dakwah. Selain itu, novel “Ayat-Ayat Cinta” karya Habiburrahman El Shirazy dan novelnya yang lain sarat akan nilai dakwah.
“Ini hanya sekelumit contoh, tidak untuk membatasi, masih banyak karya para sastrawan dan budayawan yang mengandung nilai-nilai dakwah,” kata Wapres.