JAKARTA, iNews.id- Hari Pahlawan 10 November menyimpan banyak kisah heroik anak bangsa yang menarik. Cerita-cerita itu bahkan selalu bisa mengobarkan semangat juang dan meningkatkan nasionalisme anak bangsa.
Di antara cerita-cerita itu justru ada sebuah kisah menarik yang dialami oleh sebuah mobil klasik yang bernasib tragis. Bahkan bisa dibilang apa yang terjadi pada mobil klasik itu justru jadi pemicu terjadinya peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, Jawa Timur yang kelak dikenang sebagai Hari Pahlawan.
Mobil klasik bernasib tragis itu tak lain adalah mobil lawas bermerek Lincoln. Mobil itu justru jadi saksi hidup tewasnya jenderal Inggris, AWS Mallaby di depan Gedung Internatio, Surabaya, pada 30 Oktober 1945.
Ruslan Abdulgani dalam bukunya yang berjudul "Seratus Hari di Surabaya yang Menggemparkan Indonesia" menyatakan Mallaby tewas di dalam mobil sedan Lincoln. Dari buku itu diketahui mobil yang dikendarai oleh Mallaby adalah mobil yang dimiliki oleh Residen Surabaya Pemerintah Indonesia, Sudirman.
Keberadaan mobil Lincoln itu juga dikonfirmasi oleh Moehammad Jasin dalam bukunya Memoir Jasin, Sang Polisi Pejuang yang mengkonfirmasi. Dalam biografi itu dia menyebutkan Mallaby memang tewas di sedan Lincoln.
Cerita tragis AWS Mallaby di mobil lawas itu menurut Ruslan Abdulgani bermula ketika pihak Indonesia dan pihak Inggris mengadakan pertemuan. Saat itu kedua belah pihak sepakat melakukan gencatan senjata.
Diketahui sejak tentara Inggris yang diboncengi NICA datang ke Indonesia, terjadi ketegangan di kedua belah pihak. Pejuang Indonesia tidak senang dengan sikap tentara Inggris yang melucuti senjata yang dimiliki pejuang.
Di sisi lain, tentara Inggris malah membebaskan tawanan tentara Belanda. Ulah mereka makin bikin marah karena kerap memprovokasi pejuang agar menyerah dan meletakkan senjata lewat pamflet yang disebarkan lewat pesawat terbang.
Namun tensi tinggi antara Indonesia dan Inggris sempat mereda setelah Presiden Soekarno dan Jenderal Hawthorn dari Inggris bertemu dan melakukan kesepakatan.
Kesepakatan itu kemudian ditindaklanjuti dengan pertemuan antara Polit Biro yang diwakili oleh Residen Sudirman dan beberapa orang lainnya dengan Jenderal AWS Mallaby di Surabaya. Dari pertemuan itu mereka bersepakat akan mengunjungi tiga lokasi dimana tentara Inggris telah dikepung oleh pejuang.
Agar suasana menjadi cair, mereka kemudian melakukan pawai dengan menaiki mobil dalam kunjungan itu. Christopher Bayly dalam bukunya The Forgotten Wars menuliskan keputusan Mallaby ikut dalam pawai itu sebenarnya ditentang karena jenderal Inggris itu menggunakan mobil umum yang tidak ada perlindungan.
Resikonya terlalu besar karena pejuang Indonesia sudah sangat marah dengan Inggris. Hanya saja Mallaby saat itu percaya pendekatan diplomasi bisa jadi jalan keluar ketegangan Indonesia dan Inggris.
"Jika terjadi apa-apa pada saya maka kabarkan ke seluruh dunia," ucap Mallaby seperti ditulis Christopher Bayly.
Akhirnya Mallaby memang datang ke pertemuan dan ikut pawai. Sudirman dan Mallaby bahkan sempat berpose bersama di sebuah mobil. Dimana saat itu Mallaby memegang bendera putih tanda menyerah guna meredam kemarahan pejuang.
"Mallaby menaiki mobil yang sudah disiapkan Pak Dirman bersama tiga tentaranya," tulis Ruslan Abdulgani.
Setelah itu mereka kemudian menaiki mobil menuju tiga lokasi. Di lokasi pertama yang dikunjungi berjalan dengan aman karena memang sudah tidak ada kontak senjata. Semuanya berubah ketika rombongan sampai di Gedung Internatio, tempat pasukan Inggris berada.
Saat itu pihak Indonesia meminta agar pasukan Inggris segera meninggalkan Gedung Internatio dan pergi dengan naik kapal laut. Namun keinginan itu berjalan dengan alot.
Pejuang makin kesal karena tentara Inggris yang dibantu oleh tentara Gurkha malah menyiapkan senapan mesin yang diarahkan ke pejuang Indonesia. Saat itu akhirnya wakil Indonesia dan wakil Inggris yang ada di dalam pawai masuk ke dalam gedung untuk negosiasi.