Lebih lanjut, Erick menjelaskan bahwa tidak semua klub dapat diakomodasi karena keterbatasan jumlah peserta turnamen. Pemilihan pun tidak berdasarkan popularitas atau jumlah basis suporter, melainkan murni berdasarkan pencapaian dan kontribusi terhadap kemajuan sepak bola nasional.
"Memang kategorinya adalah, kenapa Persib dan Dewa? Ya karena dia juara satu, juara dua (di Liga 1 musim lalu), kalau Persija kemarin bisa rangking dua pasti diundang," tambah pria yang juga pernah menjadi Presiden Inter Milan itu.
Erick juga menampik tudingan bahwa ada “klub titipan” dalam daftar peserta Piala Presiden 2025. Menurutnya, PSSI dan operator liga bersikap profesional, dan semua keputusan diambil berdasarkan pertimbangan yang objektif dan transparan.
"Kita gak ada pilih-pilih apa dan kenapa, ini adalah penilaian. Seperti Arema yang ikut karena mereka juara Piala Presiden sebelumnya, jadi itu alasannya," jelasnya lebih lanjut.
Erick menegaskan bahwa pihaknya akan terus membuka peluang bagi semua klub untuk ikut dalam ajang bergengsi ini, termasuk Persija Jakarta. Namun, ia mengingatkan bahwa hal tersebut hanya bisa terjadi jika klub memenuhi kriteria yang sudah ditentukan, terutama dalam hal prestasi di lapangan.
"Kita gak pernah membedakan satu klub dengan lainnya. PSSI sangat profesional, Liga sangat profesional, dan tentu pilihan-pilihan itu tidak mudah. Ada penilaian sendiri, bukan penilaian karena suporternya banyak," pungkas Erick.
Dengan transparansi ini, publik diharapkan bisa memahami bahwa Piala Presiden 2025 bukan sekadar turnamen pramusim, tetapi juga ajang strategis dalam pembangunan sistem sepak bola nasional dan penguatan proyek jangka panjang Timnas Indonesia melalui Liga Indonesian All Stars.