Dengan royalnya UEFA mengguyur klub partisipan Liga Champions, dari mana saja asal muasal revenue badan yang dipimpin Aleksander Ceferin tersebut.
Pertama tentu saja dari hak siar. Ini merupakan sumber dana utama UEFA. Broadcaster raksasa dari berbagai belahan dunia berlomba-lomba menyajikan aktor lapangan hijau di layar kaca.
Nominal hak siar sangat menggiurkan bagi UEFA dan juga klub yang bertanding di kompetisi ini. Dalam tulisannya, Champions League: The Economics Behind the European Cup, David Skilling mencatat pada siklus 2021-2024 UEFA membungkus kerja sama mencapai 2,3 miliar euro.
Selain guyuran dana dari hak siar serta hadiah uang, revenue klub partisipan juga datang dari sponsor dan iklan. Setali tiga uang, bagi pengiklan, Liga Champions merupakan panggung sempurna untuk meningkatkan brand awareness mereka.
Klub seperti Real Madrid, Barcelona, Manchester City, Bayern Munchen, atau PSG tampil mati-matian di Liga Champions, bukan sekadar ingin memeluk trofi tapi juga atas instruksi manajemen, lantaran jika tampil maksimal, brand-brand papan atas dunia, bakal dengan jor-joran mengucurkan dana sponsorship.
Sebagai contoh, PepsiCo yang sudah bekerja sama sejak 2025, terus memperbaharui partnership dengan UEFA. Terkini, perusahaan Amerika Serikat (AS) tersebut sudah mengikat deal dengan UEFA untuk periode 2024-2027.
Kerja sama ini menampilkan Pepsi sebagai sponsor utama termasuk untuk sejumlah event prestisius Liga Champions, di antaranya Kick-Off Show jelang laga final, yang menampilkan penyanyi papan atas dunia.
Lalu ada pula Heineken. Perusahaan pembuat minuman beralkohol ini sudah sangat setia pada UEFA. Keduanya bergandengan tangan sejak 1994, dan baru saja memperbaharui kerja sama hingga 2027.