Menurut Kabid Hubungan Luar Negeri PBSI, Bambang Roedyanto, pembatasan jumlah wakil Indonesia di Kumamoto Masters bukan karena faktor teknis, melainkan kendala administrasi visa yang cukup rumit.
Ia menjelaskan bahwa seluruh pemain, pelatih, fisioterapis, dan dokter yang bertanding di Jepang harus menggunakan visa khusus "entertainer". Proses pembuatan visa ini memakan waktu 2 hingga 6 minggu.
“Pertama, kami harus mendapatkan Certificate of Eligibility (COE) dari pemerintah Jepang, yang membutuhkan waktu 2–3 minggu. Setelah itu baru bisa mengurus visa entertainer, dan prosesnya butuh minimal dua minggu lagi,” jelas Bambang dalam rilis resmi PBSI, Selasa (11/11/2025).
Akibatnya, para pemain Indonesia yang sebelumnya tampil di Hylo Open 2025 tidak sempat menyelesaikan proses visa tersebut, sehingga tidak bisa berlaga di Kumamoto Masters.
Sementara itu, Kabid Binpres PBSI, Eng Hian, menjelaskan bahwa meski hanya membawa lima wakil, target tetap tinggi. PBSI berharap para atlet mampu tampil habis-habisan dan memperlihatkan kesiapan mereka menghadapi tekanan turnamen Super 500.
“Untuk pemain muda seperti Alwi, Ubed, dan Dhinda, saya ingin mereka menunjukkan performa terbaik dan bisa mengalahkan unggulan. Ini penting untuk pengalaman mereka,” ujar Eng Hian.
Untuk pemain senior seperti Gregoria Mariska Tunjung serta duet Apriyani Rahayu / Siti Fadia Silva Ramadhanti, Eng Hian berharap mereka dapat menemukan kembali performa terbaiknya.
“Saya ingin melihat bagaimana kesiapan mereka menghadapi tekanan. Harapannya, mereka bisa tampil all out dan mengumpulkan poin peringkat BWF sebanyak mungkin,” tambahnya.
Hingga saat ini, Moh Zaki Ubaidillah sukses menembus babak final Kumamoto Masters 2025, menjadi sorotan positif dari sektor tunggal putra muda. Sementara pasangan Apriyani/Fadia baru akan memulai perjuangan mereka di babak 32 besar.
Dengan kombinasi semangat muda dan pengalaman juara, PBSI optimistis lima wakilnya mampu membawa pulang hasil membanggakan dari Jepang.