JAKARTA, iNews.id – Akhir-akhir ini publik dihebohkan dengan peristiwa kartu kuning yang dilayangkan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Zaadit Taqwa kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kartu kuning yang diberikan Zaadit itu memicu kontroversi.
Ya, seperti kita ketahui penggunaan kartu kuning dan merah itu merupakan peraturan yang kerap digunakan dalam sepak bola untuk diberikan kepada seorang pemain yang melakukan pelanggaran. Kartu kuning biasanya digunakan sebagai bentuk peringatan.
Sedangkan kartu merah, diberikan karena pelanggaran berat yang sudah dilakukan seorang pemain, sehingga dia harus meninggalkan lapangan. Kartu merah juga selalu diberikan, jika sang pemain untuk kedua kalinya mendapat kartu kuning.
Barangkali, “kartu kuning” dianalogikan Zaadit sebagai bentuk peringatan kepada berbagai kebijakan di era pemerintahan Jokowi. Tapi tahukah Anda, bagaimana sejarah kartu kuning dan kartu merah dalam dunia sepak bola?
Peraturan itu diperkenalkan ke hadapan publik pada gelaran Piala Dunia 1970. Namun, inspirasinya berasal dari perhelatan Piala Dunia 1966 di Inggris, yang mempertemukan Argentina dan Three Lions pada babak perempat final di Wembley.
Kala itu, wasit berkebangsaan Jerman Rudolf Kreitlein mengusir kapten Tim Tango Antonio Rattin dari lapangan akibat pelanggaran yang dilakukannya. Namun karena kendala bahasa, sang kapten tak mengerti apa maksud dari hakim lapangan tersebut. Dia pun akhirnya enggan untuk meninggalkan veneu pertandingan.
Tak hanya itu, surat kabar Inggris mewartakan Kreitlein juga menghukum dua penggawa tuan rumah yakni Bobby Charlton dan Jack Charlton. Namun publik sepertinya tidak terlalu memperhatikannya. Kendati begitu, Pelatih Three Lions Sir Alf Ramsey meminta klarifikasi federasi sepak bola dunia (FIFA) terkait hal tersebut.
Ken Aston merupakan seseorang yang bertanggung jawab atas kinerja wasit pada turnamen itu, mulai mendapat inspirasi akibat insiden tersebut. Dia mulai berpikir, harus ada komunikasi universal yang bisa dimengerti semua orang ketika wasit memberikan peringatan, atau meminta pemain keluar dari lapangan.
Dengan begitu, sang pengadil tak perlu repot-repot untuk memberikan penjelasan mengapa seorang pemain dikeluarkan dengan bahasa yang belum tentu bisa dimengerti. Aston pun mendapatkan ide ketika dirinya sedang berada di sebuah persimpangan jalan.
“Saya menyusuri Kensington High Street, dan seketika lampu lalu lintas menjadi merah. Dari situ saya mulai berpikir, jika kuning maka ‘tenanglah’ dan apabila merah berarti Anda harus ‘berhenti’,” begitu buah pemikiran Aston dikutip situs resmi FIFA.
Setelah idenya disetujui FIFA, akhirnya peraturan pemberian kartu merah dan kuning pun mulai diberlakukan pada Piala Dunia 1970 di Meksiko. Sejak itu, peraturan tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dunia sepak bola.
Aston pun banyak mendapat sanjungan akibat ide cemerlang yang diberikannya pada dunia sepak bola. Sebagai instruktur FIFA, dia pun sering memberikan seminar-seminar tentang pengetahuan dan pengalamannya di dunia perwasitan. Aston tutup usia pada Oktober 2001, namun berkat jasanya, nama dia tetap dikenang dalam dunia sepak bola hingga kini.