Kenapa FIFA Menolak? Ini Akar Masalahnya!
Menurut Ferry, FIFA masih menyoroti sejumlah insiden yang terjadi, termasuk penyalaan flare dan aksi suporter yang turun ke lapangan dan merusak fasilitas stadion.
Puncaknya terjadi saat laga penutup musim lalu antara Persib Bandung vs Persis Solo (24 Mei 2025), yang bahkan disaksikan langsung oleh delegasi FIFA.
"Di pertandingan terakhir, flare lah apa dan yang lebih parahnya lagi adalah pertandingan yang disaksikan oleh delegasi FIFA di penutupan di Bandung. Bahkan rumput dihancurkan dan sebagainya," tegasnya.
"Bukan hanya flare, turun ke lapangan... kalau hanya flare ya okelah, ini turun ke lapangan, mengganggu semua di tribun," tambahnya.
Rivalitas Tinggi:
Suporter dengan sejarah konflik besar, seperti Persija vs Persib, tetap dilarang hadir sebagai penonton tandang untuk mencegah bentrokan.
Rivalitas Sedang (Semi):
Contoh: Persis Solo vs PSIM. Masih dalam zona rawan dan akan diawasi secara ketat.
Tanpa Rivalitas:
Suporter dari tim yang tidak memiliki sejarah konflik dengan tuan rumah diperbolehkan hadir dengan pengawasan longgar.
Sayangnya, regulasi ini belum mendapatkan lampu hijau dari FIFA.
Meski ditolak, Ferry memastikan bahwa I.League tidak menyerah. Mereka akan terus bekerja keras untuk membuktikan kesiapan Indonesia menghadirkan atmosfer pertandingan yang aman dan kondusif.
"Kami akan terus berupaya supaya mendapatkan ruang atau izin dari sana. Bisa jadi mungkin 3–4 bulan yang akan datang. Mudah-mudahan (putaran kedua)," harap Ferry.