JAKARTA, iNews.id - Serangan siber menjadi ancaman menakutkan di tengah kemajuan teknologi digital. Teknologi siber telah mengalami lompatan revolusioner sehingga mendisrupsi doktrin militer dan tata cara perang.
Kondisi ini membuat adopsi siber menjadi prioritas dalam pembangunan kekuatan militer Indonesia. Pembentukan matra siber perlu dipertimbangkan agar pembangunan kapasitas siber lebih holistik dan integratif guna menghadapi berbagai ancaman dari luar.
Hal tersebut diungkapkan Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto dalam Seminar Nasional PPRA LXV Lemhannas bertajuk Konektivitas Digital ASEAN untuk memperkuat Epicentrum of Growth di Jakarta, Selasa (22/8/2023).
"Perkembangan teknologi dan perluasan spektrum ancaman telah meningkatkan kebutuhan pasukan khusus untuk menghadapi ancaman siber. Dalam dekade terakhir, terpantau banyak negara mendirikan satuan siber dengan berbagai pendekatan," ujarnya.
Andi memaparkan secara organisasi, terdapat negara yang menjadikan satuan siber sebagai bagian dari struktur yang ada, serta ada juga yang memilih mendirikan matra mandiri.
Secara fungsi, terdapat negara yang membentuk satuan siber yang bersifat defensif, seperti Amerika Serikat (AS). Tapi ada juga yang memilih membentuk unit siber dengan kapasitas ofensif dominan, seperti China.
"Jerman, Singapura, dan Tiongkok (China) menjadi kelompok negara yang memilih membentuk pasukan siber sebagai matra mandiri. Tiongkok menjadi organisasi terbesar dengan jumlah pasukan diestimasikan mencapai 145.000 orang," katanya.