Untuk itu, kata Alam, kunjungan bersama mahasiswa Institusi Seni Indonesia (ISI) tersebut dirasa tepat. Sebab, melalui kegiatan tersebut dirinya bisa melihat landscape seni dari kacamata seorang institusi akademik.
Di masa di mana layar-layar gawai tampaknya mengambil alih hidup kita, Museum Tumurun mendorong pengunjung untuk melihat karya seni dalam bentuk fisiknya, menyegarkan gagasan untuk menikmati seni melalui mata kita sendiri.
"Aku pengen liat prespektif mereka, bagaimana seorang seniman ke depannya ingin berkarya seperti apa dan juga yang selalu aku tanya bagaimana mereka bisa mendemokratisasi seni dan hal itu secara akses bisa dikonsumsi oleh banyak orang secara aktif," kata Alam.
"Mereka cukup kritis dan sharing beberapa hal bagaimana seorang seniman yang dididik oleh institusi itu berproses, yang belum terlihat di sini bagaimana seniman bisa di industrialisasi, hanya ke depannya mereka bisa aware dan menjadikan industri ini menjadi komersil dan berkelanjutan," ujar Alam.
Museum Tumurun melambangkan gagasan beradaptasi dengan dunia yang terus berubah, sangat percaya pada harapan untuk bertindak sebagai jendela wawasan bagi semua yang ingin belajar lebih banyak tentang dunia seni.