"Ketika customer datang kemari mereka tak hanya mencari tahu destinasi mana yang akan dikunjungi tapi mereka bisa mencari paket tour kemudian keperluan perjalanannya mulai dari merencanakan perjalanan, beli tiket, akomodasi, atraksi hingga pengurusan dokumen visa segala macam akan diurus Travel Agent anggota Astindo selain itu perlengkapan perjalanan seperti koper, kacamata hitam, kemudian lifestyle semuanya ada cukup ke astindo Travel Fair," katanya.
Lanjut Paulin, untuk penyelenggaraan Astindo Travel Fair kali ini dia menargetkan terjadi transaksi hingga Rp45 miliar. “Itu target pesimis ya, karena biasanya dua kali lipat pencapaiannya. Ini karena melihat kondisi perekonomian saat ini. Tingginya angka inflasi melemahkan daya beli masyarakat,” katanya.
Namun, di sisi lain, ada berita baik bagi masyarakat dan juga industri penerbangan. Berdasarkan data IATA, hingga Mei 2024, permintaan pesawat global meningkat 8,5 persen dibandingkan tahun lalu, dan load factor sudah mencapai 83,4 persen.
Untuk pasar internasional, jumlah demand-nya meningkat 14,6 persen dibandingkan tahun lalu, dengan load factor mencapai 82,8 persen.
Sementara untuk pasar domestik, pertumbuhan demand penerbangan hanya naik 4,3 persen dengan load factor 84,8 persen. “Dari perspektif industri maskapai penerbangan, ini adalah masa recovery yang baik. Bisnis penerbangan sudah mencapai level tahun 2019,” ujar Pauline.
Direktur Pemasaran Pariwisata Nusantara Kemenparekraf, Dwi Marhen Yono, menjelaskan, salah satu penyebab mahalnya harga tiket pesawat di Indonesia adalah harga avtur yang belum merata dan juga lebih mahal daripada negara tetangga.