JAKARTA, iNews.id - Di Toraja terdapat tradisi unik terhadap orang yang telah meninggal, yang dinamakan Ma’palao. Tradisi ini masih bagian dari rangkaian upacara pemakaman Rambu Solo.
Tradisi Ma’palao masih ada dan dijaga hingga saat ini. Meskipun berada di tengah-tengah perkembangan dunia yang modern, hal tersebut tidak memengaruhi masyarakat Toraja untuk menjaga budaya yang telah ada secara turun-temurun dari nenek moyang.
Secara singkat tradisi Ma’palao (menurunkan) jenazah dari rumah Tongkonan, ke tempat upacara pemakaman, yang ditandai dengan arak-arakan besar.
Saat diarak, jenazah digoyang-goyangkan. Kemudian diarak keliling kampung atau tempat upacara sebanyak tiga kali. Jenazah akan ditempatkan pada ‘Rakkean’ atau tempat peristirahatan terakhir.
Para laki-laki mengangkat peti jenazah, sementara perempuan berbaris di depan peti jenazah sambil mengangkat kain merah. Penasaran seperti apa tradisi Ma’palao ini? Berikut ulasannya dirangkum pada Jumat (31/3/2023).
Mengarak jenazah keliling desa ini bertujuan untuk memberitahu kepada masyarakat jika ada kabar duka. Setelah diarak keliling desa, jenazah akan dibawa menuju rakkean atau tempat peristirahatan terakhir. Dengan diaraknya jenazah keliling desa, masyarakat akan tahu, ada seseorang yang meninggal. Maka, keesokannya mereka akan berbondong-bondong pergi ke kediaman keluarga yang berduka untuk mengucapkan bela sungkawa.
Selain itu Ma’palao juga bertujuan untuk menghibur keluarga yang ditinggalkan. Kemudian sebagai penghormatan kepada leluhur Toraja yang lebih dulu melakukan tradisi ini, sehingga tradisi ini betul-betul dijaga dan dilestarikan hingga saat ini.