Ada keunikan lain dari Desa Cirendeu. Sejak 1918, sebagian masyarakat tidak mengonsumsi nasi sebagai makanan pokoknya, melainkan makanan utama yang dikonsumsi adalah singkong. Masyarakat setempat menyebutnya ‘rasi’ yang terbuat dari singkong. Jika kehabisan singkong makanan penggantinya adalah jagung. Rasi hasil singkong yang diolah, sudah dikonsumsi sejak lama. Bisa dibilang masyarakatnya sudah mandiri pangan.
Sebab itu masyarakat Desa Cireundeu terkenal dengan kepiawaiannya dalam mengolah beras yang terbuat dari singkong. Untuk mendapatkan rasi yang berkualitas melalui berbagai seleksi alam, masyarakat Cirendeu memiliki singkong unggulan jenis Garnawis dan Karihkil yang masa tanam hingga masa panen memerlukan waktu sekitar satu tahun. Jika ada warga yang merantau ke luar Cirendeu dan tidak bisa mengelak dari makan nasi, maka sesepuh akan mengadakan upacara adat untuk menetralisirnya. Upacara adat itu dilakukan di Hutan Salam.
Keunikan ini memang sudah ada sejak turun temurun. Masyarakatnya tidak mengonsumsi nasi sejak lahir. Hal tersebut bukan tanpa alasan, melainkan karena didasari oleh semangat juang leluhur Kampung Adat Cirendeu yang dulunya mengalami krisis pangan akibat penjajahan sehingga mengharuskan mereka mengonsumsi singkong sebagai bahan dasar utama dan makanan pokok.
Singkong yang dulu digunakan pun bukan singkong yang biasa dikenal sekarang, melainkan singkong yang pahit dan beracun. Namun, dengan kegigihan para leluhur, mereka dapat mengolah singkong menjadi layak untuk dimakan dan tidak beracun. Seiring berjalannya waktu, singkong yang dikonsumsi sudah menyesuaikan zaman.
Desa Cirendeu, berada di Desa Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat. Jalan menuju ke desa ini dapat diakses oleh kendaraan roda dua, maupun roda empat, hingga area parkiran, yang bersebelahan dengan landmark Kampung Adat Cireundeu. Jika pemberangkatan awal dari terminal Leuwipanjang Bandung, jarak tempuh menuju Desa Cirendeu sekitar 18 kilometer, dengan waktu tempuh sekitar 45 menit dengan menggunakan mobil.
Pengunjung yang datang ke desa ini tidak dikenakan biaya, alias gratis. Namun, ada baiknya apabila saat berkunjung dan hendak bertolak dari kampung ini, disarankan untuk membeli produk olahan khas masyarakat setempat.
Sebagai kampung yang banyak menjadi tujuan wisatawan, kampung adat ini telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti area parkir, masjid, toilet, home stay, pusat oleh-oleh, dan pusat pentas seni.