Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, aplikasi tersebut tak hanya menginformasikan perihal cuaca dan suhu udara, tapi juga dampak dan potensi dari cuaca di suatu wilayah tersebut.
“Aplikasi ini kontennya tidak hanya suhu udara berapa derajat, apakah akan terjadi hujan atau berawan, tidak hanya itu. Tapi juga potensi dampaknya bagaimana. Apakah akan terjadi kilat petir, apakah akan terjadi puting beliung, longsor, banjir,” kata Dwikorita.
Dwi menambahkan, aplikasi ini tak hanya membantu wisatawan mengetahui bagaimana prakiraan cuaca destinasi yang akan dituju, tapi juga mitigasi dan juga informasi bila terjadi kemungkinan terjadi cuaca ekstrem. “Ini sangat penting bagi para wisatawan ya. Misalnya mau mengunjungi Labuan Bajo, lalu ada potensi hujan lebat di siang hari, berati kita harus cepat berangkat pagi, sampai jam 1 harus kembali ke lokasi. Aplikasi ini nantinya akan membuat perencanaan lebih tepat,” katanya.
Menurut Dwi, aplikasi IBF ini dibuat seakurat mungkin berbasis data-data yang sudah disiapkan. Data tersebut juga telah diobservasi ke sejumlah titik-titik di wilayah Indonesia untuk menguji keakurasiannya.
Selain itu, aplikasi ini juga akan menggunakan radar untuk menjamin akurasi prakiraan cuaca. “Prakiraan kan sebenarnya hitungan matematik berbasis model global. Namun model global itu kita down scale menjadi model lokal, dan agar akurat kita verifikasi dengan titik-titik observasi yang ada di Indonesia,” katanya.