Legenda tersebut dianggap versi tertua dari sejarah Reog. Hingga saat ini, legenda Prabu Kelanasewandana masih menjadi salah satu alur cerita pementasan seni Reog di Ponorogo. Kemudian alur ceritanya dikenal dengan pementasan seni Reog versi legenda Bantarangin. Kisahnya sangat melekat, khususnya dalam legenda tersebut.
Selain legenda Prabu Kelanasewandana, terdapat legenda lain yang berkaitan dengan Reog ini, yaitu Suryongalam. Dalam legenda tersebut mengisahkan sejarah seni pertunjukan Reog pada masa Hindu-Buddha.
Versi tersebut menceritakan, ada seorang Demang Suryongalam dari Wengker bernama Ki Ageng Kutu (nama Desa Kutu, di Kecamatan Jetis diambil dari namanya) yang menggunakan Reog untuk mengkritik pemerintahan Raja Brawijaya V dari Kerajaan Majapahit (pada abad ke-15).
Lalu, kala itu, Raja Brawijaya V dianggap tidak dapat menjalankan tugas kenegaraannya dengan baik karena dominasi permaisurinya. Legenda ini juga menjadi salah satu pilihan jalan cerita seni pertunjukan Reog di Ponorogo.
Dalam pertunjukan Reog Ponorogo ini, ada tiga karakter yaitu versi Suryongalam, yaitu ganongan, jatilan, dan dadak merak. Kedua legenda tersebut merupakan petunjuk, jika seni Reog sudah ada sejak masa Hindu-Buddha.