Bentuknya unik dan khas dengan atap yang menjulang tinggi. Ini yang membuat wisatawan tertarik datang ke Kampung Adat Praijing. Di sini, traveler bisa berfoto dengan penduduk asli setempat dengan menggunakan baju dan kain adat khas Sumba. Ingat, traveler tidak bisa sembarangan masuk ke rumah tradisional ini. Ada aturannya. Bahkan, penghuni sekalipun harus mengikuti aturan.
Terdapat dua pintu yang terbuat dari tiang berukir. Laki-laki dan perempuan memiliki pintu masuk yang berbeda. Kepala rumah tangga dan ibu, juga masuk dari pintu yang berlainan. Fungsi tiap bagian ruangan juga tidak boleh asal menggunakannya. Ruangan di dalam rumah dibedakan berdasar empat tiang penyangga menara.
Ada tiang perempuan yang letaknya dekat dengan ruang untuk ibu beraktivitas. Ada pula tiang laki-laki yang berada dekat dengan ruang ayah tidur, serta ruang tamu tempat ayah dan pria lainnya berdiskusi.
Rumah tradisional khas Sumba ini dikenal dengan nama Uma Mbatangu dan Uma Bokulu. Uma Bokulu merupakan sebutan penduduk setempat yang berarti rumah besar, sedangkan Uma Batangu artinya rumah menara. Beberapa rumah tradisional di sini sebagian besar berbentuk panggung. Namun, ada juga sebagian rumah di Kampung Adat Praijing yang tidak memiliki menara.
Masyarakat di Kampung Adat Praijing masih menganut keyakinan Marapu, yang merupakan agama asli penduduk Sumba. Mereka melakukan pemujaan terhadap arwah leluhur. Marapu sendiri berasal dari bahasa asli Sumba yang artinya 'Yang dimuliakan'.
Berada di Kampung Adat Praijing, traveler bisa melihat-lihat keseharian penduduk lokal yang tidak bisa didapatkan di kampung manapun. Anda juga dapat mempelajari kebudayaan dan adat istiadatnya.
Dari kawasan rumah adat ini, traveler juga bisa memandangi hamparan areal persawahan yang membentang, serta melihat Kota Waikabubak, Ibu Kota Kabupaten Sumba Barat dari ketinggian. Menemukan Kampung Adat Praijing tidak sulit, karena hanya berjarak sekira tiga kilometer dari pusat kota dan terletak persis di atas Bukit Praijing.