Usai melihat atraksi fahombo, Menparekraf Sandiaga menyaksikan ritual kuno famadaya harimao. Ritual ini dilaksanakan tiap 14 tahun sekali, dengan mengarak patung yang menyerupai harimau (lawolo fatao) untuk penyucian dan pembaharuan atas hukum-hukum adat yang berlaku di seluruh daerah Maniamolo. Setelah famadaya harimau selesai, dilanjutkan dengan membaca doa-doa kuno (fo'ere).
Desa ini juga memiliki tradisi kerajinan tangan atau kriya yang masih dilakukan sampai sekarang, di antaranya anyaman topi caping, pahatan, ukiran, dan pedang besi (manofa). Dahulu, manofa difungsikan sebagai alat perang masyarakat Nias. Kala itu ketika menang melawan musuh, kepala musuh akan disematkan pada ujung sarung pedang.
Hilisimaetano juga memiliki kawasan persawahan yang terbesar di Nias Selatan sehingga potensi untuk menjadi kawasan agrowisata sangatlah besar. Menparekraf Sandiaga pun ingin mengembangkan potensi tersebut.
"Sekarang kami sangat khawatir dengan adanya ancaman krisis pangan, krisis energi, tapi Nias Selatan ini khususnya di Desa Wisata Hilisimaetano justru memiliki potensi untuk bisa memiliki ketahanan pangan dan kemandirian energi ini bisa kita kembangkan ke depan," katanya.
Menparekraf Sandiaga juga berencana untuk menjadikan Desa Hilisimaetano sebagai desa wisata berkelanjutan. Namun sebelumnya, perlu ada beberapa fasilitas yang dibenahi, di antaranya toilet dan homestay.