Sementara, dilansir dari laman Kemendikbud, dalam pertemuan tersebut, dibahas juga 53 nominasi yang terdiri dari kategori budaya, alam, dan campuran.
"Alhamdulillah sidang agenda Yogya berlangsung lancar. Hasil evaluasi dari Tim Ahli UNESCO merekomendasikan baik nominasi Indonesia, dan sidang Komite Warisan Dunia UNESCO secara aklamasi merekomendasikan Sumbu Kosmologi Yogya dienkripsi," ujar Duta Besar dan Wakil Delegasi Tetap Republik Indonesia untuk UNESCO, Ismunandar.
Dia juga menyebut, sumbu Kosmologis Yogyakarta dan Penanda Bersejarahnya menjadi warisan dunia UNESCO ke-6 di Indonesia pada kategori budaya.
Sebelumnya, UNESCO telah menetapkan lima warisan budaya Indonesia, yaitu Kompleks Candi Borobudur (1991), Kompleks Candi Prambanan (1991), Situs Prasejarah Sangiran (1996), Sistem Subak sebagai Manifestasi Filosofi Tri Hita Karana (2012), dan Tambang Batubara Ombilin, Sawahlunto (2019).
Sumbu Kosmologis Yogyakarta merupakan sumbu imajiner yang terbentang sepanjang 6 KM dari utara ke selatan. Kemudian sumbu filosofis ini meliputi kompleks Keraton, sejumlah bangunan bersejarah, dan monumen yang menjadi simbol pertukaran antara sistem kepercayaan dan nilai.
Penetapan Sumbu Kosmologis Yogyakarta berdasarkan pada pemenuhan kriteria-kriteria UNESCO, terutama kriteria II yang menunjukkan adanya pertukaran nilai dan gagasan penting antara berbagai sistem kepercayaan seperti animisme, Hindu, Buddha, Islam Sufi, dan pengaruh dari Barat.
Di samping itu, juga dianggap memenuhi kriteria III di mana Sumbu Filosofi Yogyakarta memberikan kesaksian yang luar biasa terhadap peradaban Jawa dan tradisi budaya yang hidup setelah abad ke-18.
Dalam sidang tersebut hadir Duta Besar RI untuk Kerajaan Arab Saudi Abdul Aziz Ahmad selaku ketua delegasi Indonesia, turut hadir pula Wakil Gubernur (Wagub) KGPAA Sri Paduka Paku Alam X, Sekda DIY Beny Suharsono, Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi, Kepala DPMPTSP DIY Agus Priono, Kepala UPT Balai Pengelolaan Kawasan Sumbu Filosofi Dwi Agung Hernanto, Tenaga Ahli Yogyakarta Warisan Dunia sekaligus akademisi UGM, Daud Aris Tanudirjo, dan perwakilan Keraton Yogyakarta, Bimo Unggul Yudo.