JAKARTA, iNews.id - Kota Cirebon identik dengan sejarah keraton. Berbagai macam bangunan bersejarah, menjadi objek wisata menarik. Begitu pula dengan kulinernya.
Berwisata ke ke Cirebon, banyak hal menarik yang dipelajari, termasuk seluk-beluk keratin. Termasuk juga mengenai makanan para sultan di Keraton Cirebon. Menariknya, sebagian menu keraton ini sampai sekarang masih hits.
Sebut saja nasi bogana, nasi tumpeng, dan lainnya. Ingin tahu makanan lainnya yang dikonsumsi para sultan di Keraton Cirebon?
Berikut ulasan yang dirangkum iNews.id, ketika mengunjungi Kota Cirebon, Jawa Barat, Minggu (24/12/2017).
Nasi jimat
Nasi jimat ini pada zaman dahulu sudah menjadi makanan para kesultanan. Makanan ini disajikan ketika acara Maulid Nabi Muhammad SAW.
"Ini adalah makanan yang sudah mendapat doa-doa. Setelah itu, pas acara puncak dibagi-bagikan kepada sultan, famili, abdi dalem, dan warga. Masyarakat yang ikut tradisi keraton disebut panjang jimat," kata Mustaqim Asteja selaku pemandu wisata asal Cirebon, kepada iNews.id.
Menariknya, pembuatan nasi jimat ini tidak sembarangan. Gabah beras dikuliti satu demi satu. Kemudian, dimasak dalam rendaman minyak samin saat masih berupa beras.
"Masaknya dengan kayu bakar yang didatangkan dari tempat yang dikeramatkan. Orang yang masak juga harus dalam keadaan suci atau bersih," ucapnya.
Nasi bogana
Nasi bogana awalnya memiliki arti nasi seadanya. Ini merupakan nasi syukuran khas Cirebon, Jawa Barat.
Nasi Bogana di Keraton Kacirebonan menjadi makanan khas yang biasa disajikan saat upacara tradisi. "Ini disajikan pada acara umum," ujar Mustaqim.
Bubur sura
Bubur sura ini menjadi salah satu makanan sultan di keraton. Bubur ini banyak macamnya. Dahulu, bubur sura disajikan dalam wadah daun pisang dan daun kelapa dengan ukuran kecil.
"Kalau bulan sapar, bubur ini dibuat untuk dibagikan. Biasanya, disajikan ketika 10 hijriah," ujarnya.
Apem sapar
Bulan Safar (tahun hijriah) selalu ada tradisi membuat kue apem sapar. Pembuatan kue apem di bulan Safar ini, ada batas waktu tersendiri. Seperti batas waktu pembuatan pada minggu terakhir bulan Safar, tidak diperbolehkan.
Kue ini nantinya dibagikan kepada anggota keluarga dan masyarakat sekitar. Makna membagikan kue apem untuk saling berbagi dengan sesama.