Tumpeng
Tentunya, masyarakat sudah sangat akrab dengan nasi berwarna kuning berbentuk kerucut ini. Pada bagian atas nasi tumpeng kerap ditutup dengan daun pisang. Tumpeng merupakan salah satu makanan raja bahkan menjadi kesukaannya. Dalam prasasti Majapahit, para raja suka menyantap makanan yang berbeda dalam satu wadah. Hal ini diasumsikan sebagai tumpeng.
Tumpeng atau ‘tumapaking panguripan - tumindak lempeng tumuju Pangeran’ yang berarti berkiblatlah kepada pemikiran, manusia itu harus hidup menuju jalan Tuhan. Masyarakat tradisional Jawa mempunyai kepercayaan, ada kekuatan gaib di luar diri manusia yang dapat memengaruhi kehidupan mereka, sehingga perlu untuk memelihara hubungan dengan kekuatan tersebut agar terjadi keseimbangan dengan kehidupan mereka.
Lawar
Pendudukan kerajaan Majapahit di Bali, juga tak luput memengaruhi makanan tradisional yang ada di wilayah tersebut. Lawar merupakan salah satu makanan yang diduga telah ada sejak zaman Majapahit. Lawar, terdiri dari berbagai sayuran dan daging cincang yang dibumbui secara merata. Bahan utama daging yang digunakan pada lawar ini berupa daging babi, atau kura-kura, karena sedikitnya populasi dari kura-kura dan termasuk dalam hewan yang dilindungi, maka dalam pembuatan lawar sudah tidak menggunakan daging kura-kura.
Kini, lawar kerap disajikan dengan campuran daging babi atau ayam. Lawar juga memiliki beragam variasi, yang dihidangkan sesuai dengan acara yang digelar. Salah satu jenis lawar yang paling terkenal adalah lawar darah yang menggunakan darah babi sebagai campurannya. Lawar memiliki simbol sebagai keharmonisan dan keseimbangan. Darah yang berwarna merah ini melambangkan Dewa Brahmana, kelapa berwarna putih melambangkan Dewa Iswara, terasi yang berwarna hitam melambangkan Dewa Wisnu.