Tapi, tahukah Anda apa perbedaan dari rambutan dengan saninten yang secara kasat mata terlihat sama?
Menurut informasi yang disampaikan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), perbedaan mendasar dari kedua buah yang terlihat mirip itu ada di tekstur kulit dan 'rambut-rambutnya'.
"Rambutan (Nephelium lappaceum L.) memiliki tekstur kulit yang lembut dan dapat dimakan daging buahnya, termasuk ke dalam suku Sapindaceae. Sedangkan rambutan hutan memiliki tekstur kulit buah keras, berduri keras, dan bijinya yang menjadi bahan makanan," tulis laporan LIPI.
Sebagai tumbuhan asli Indonesia, saninten bisa ditemukan di Sumatera dan Jawa. Tanaman ini tumbuh dari ketinggian 150 meter.
Lebih lanjut, ada kepercayaan di tengah masyarakat khususnya di daerah Gunung Ciremai, Saninten ini punya suami, lho. Ya, ada tanaman lain yang dianggap sebagai pasangan dari Saninten.
"Di gunung Ciremai, Saninten dianggap punya 'pasangan hidup' yakni pohon Pasang (Artocarpus sp). Masyarakat setempat meyakini pohon Pasang sebagai 'suami' dari Saninten. Diduga pohon Pasang memiliki peran penting dalam proses pembuahan Saninten," ungkap laman Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem.
Untuk bisa menikmati saninten, Anda harus berhadapan dengan pesaing tangguh seperti monyet, lutung, musang, dan hewan pemakan buah-buahan lainnya.
Tak hanya harus berebut dengan hewan, buah saninten sendiri susah tumbuhnya. Dikatakan, di laman KLHK, saninten berbuah hanya 2 tahun sekali.
"Kalaupun berbuah setiap tahun, biasanya berselang setahun buahnya kosong. Baru setahun kemudian berisi buahnya. Berarti anakan Saninten dari pohon induknya sulit didapat karena masa berbuahnya lama," tulis di laman KLHK.
"Ditambah lagi tiap bijinya ludes dimakan pemangsa. Padahal biji tersebut merupakan cikal bakal anakan. Kalau begitu, tak salah bila LIPI menyatakan tumbuhan ini langka," tambah laporan tersebut.