4 Fakta DME Akan Gantikan LPG untuk Masak, Ini Kelebihannya
JAKARTA, iNews.id - Proyek hilirisasi batu bara menjadi dimetil eter (DME) di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan (Sumsel) sudah dimulai. Peletakkan batu pertama proyek ini dilakukan Presiden Joko Widodo alias Jokowi kemarin, Senin (24/1/2022).
DME digadang-gadang akan menjadi pengganti liquified petroleum gas (LPG) untuk kebutuhan sehari-hari yang lebih efisien dan aman bagi lingkungan.
Berikut ini sejumlah fakta DME, dirangkum hari ini, Selasa (25/1/2022).
Presiden Jokowi mememperkirakan, impor LPG Indonesia mencapai Rp80 triliun, belum lagi dengan subsidinya.
"Impor LPG kita ini gede banget, mungkin Rp80-an triliun dari kebutuhan Rp100-an triliun impornya. Itu pun harus disubsidi untuk sampai ke masyarakat karena harganya sudah tinggi sekali, Rp60-70 triliun subsidinya," katanya.
Karena itu, proyek hilirisasi batu bara ini jika tuntas dalam 30 bulan ke depan bisa mengurangi impor LPG dan mengurangi subsidi. Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, jika proyek ini beroperasi sesuai rencana, produk DME yang dihasilkan akan mengurangi konsumsi LPG.
"Impor LPG Ini 6-7 juta ton per tahun, subsidi kita cukup besar. Tiap 1 juta ton hilirisasi batu bara, Rp6-7 triliun efisiensi subsidi," ujarnya.
Bahlil menuturkan, investasi perusahaan perdagangan gas dan kimia asal Amerika Serikat, Air Products and Chemicals Inc (APCI) di proyek ini merupakan investasi terbesar kedua dari AS setelah PT Freeport Indonesia.
"Ini full dari Amerika Serikat bukan dari Korea, Jepang, China, tidak benar kalau kita fokus ke beberapa negara," kata Bahlil.
Proyek ini dilakukan oleh APCI, Pertamina, dan PT Bukit Asam Tbk dengan nilai kontrak mencapai 15 miliar dolar AS atau Rp214 triliun. Untuk tahap awal investasi APCI sebesar 2,3 miliar dolar AS atau Rp33 triliun untuk mengolah batu bara kalori rendah menjadi DME.
"Ini investasi terbesar setelah Freeport tahun ini," ujarnya.
Mengutip laman Badan Litbang Kementerian ESDM, DME memiliki kemiripan dengan komponen LPG, terdiri atas propan dan butana, sehingga DME bisa diterapkan layaknya LPG. DME berasal dari berbagai sumber, baik bahan bakar fosil maupun yang dapat diperbaharui. Dalam hal ini, pemerintah menggunakan batu bara untuk dijadikan DME.
DME merupakan senyawa bening tidak berwarna, ramah lingkungan dan tidak beracun, tidak merusak ozon, tidak menghasilkan particulate matter (PM) dan NOx, tidak mengandung sulfur, mempunyai nyala api biru, memiliki berat jenis 0,74 pada 60/60oF.
DME pada kondisi ruang 250 C dan 1 atm berupa senyawa stabil berbentuk uap dengan tekanan uap jenuh sebesar 120 psig (8,16 atm). DME memiliki kesetaraan energi dengan LPG berkisar 1,56-1,76 dengan nilai kalor DME sebesar 30,5 dan LPG 50,56 MJ/kg.
Sebagai produk ramah lingkungan hasil konversi energi fosil, DME memiliki keunggulan yang lebih banyak dibanding LPG.
Mengutip laman Ditjen Migas Kementerian ESDM, pemanfaatan DME sebagai bahan bakar energi memiliki keunggulan seperti mudah terurai di udara, sehingga lebih baik bagi lingkungan. Nyala api yang dihasilkan lebih stabil, tidak menghasilkan polutan particulate matter (PM) dan nitrogen oksida (NOx), tidak mengandung sulfur serta pembakaran lebih cepat dari LPG.
Editor: Jujuk Ernawati