Alaska Airlines Berpotensi Rugi Rp2,37 Triliun Imbas Larangan Terbang Pesawat Boeing 737 Max 9
NEW YORK, iNews.id - Penghentian penerbangan Pesawat Boeing 737 Max 9 setelah insiden pada 5 Januari yang membuat lubang di sisi pesawat Alaska Airlines berpotensi merugikan maskapai tersebut sekitar 150 juta dolar AS atau setara Rp2,37 triliun.
Mengutip CNN Business, kerugian ini signifikan bagi maskapai penerbangan sekelas Alaska. Maskapai tersebut pada hari Kamis melaporkan pendapatan yang disesuaikan sebesar 38 juta dolar AS dalam tiga bulan terakhir tahun ini dan 583 juta dolar AS untuk setahun penuh.
Sumbat pintu Pesawat Alaska Airlines meledak pada tanggal 5 Januari dan meninggalkan lubang menganga di sisi pesawat. Meskipun tidak ada penumpang yang tewas, insiden tersebut menyebabkan Badan Penerbangan Federal (FAA) memerintahkan larangan terbang terhadap seluruh pesawat 737 Max 9.
Dengan 65 unit pesawat yang dimiliki, Alaska memiliki armada Boeing 737 Max 9 terbanyak kedua di armadanya. Perusahaan memperkirakan kerugian pada kuartal pertama setidaknya sebagian karena biaya larangan terbang.
Pada hari Rabu, FAA menguraikan prosedur inspeksi untuk penerbangan kembali Boeing 737 Max 9. Alaska Air mengatakan, jet pertama yang dilarang terbang akan kembali beroperasi pada hari Jumat dengan lebih banyak pesawat ditambahkan setiap hari setelah peninjauan selesai dan setiap pesawat dianggap layak terbang.
“Kami memperkirakan pemeriksaan seluruh pesawat 737 Max 9 akan selesai pada minggu depan,” kata FAA.
Kerugian yang dialami Alaska Air terutama berasal dari hilangnya pendapatan, karena untuk memberikan kompensasi kepada pelanggan hotel ketika penerbangan mereka dibatalkan dan waktu lembur bagi staf akan diimbangi dengan penghematan bahan bakar yang dicapai dengan mengurangi jumlah penerbangan sebanyak 3.000 penerbangan.
Alaska pada akhirnya dapat membebankan biaya tersebut kepada Boeing. Maskapai juga mengharapkan sebagian besar penumpang bersedia kembali menggunakan 737 Max 9 setelah diperbolehkan terbang kembali.
Editor: Aditya Pratama