ASEAN Diprediksi Jadi Wilayah Strategis Industri Baja Global
Dia menjelaskan, dari sisi produksi, data World Steel menyebut produksi baja dunia sudah meningkat 10 kali lipat sejak 1950. Khusus wilayah ASEAN, produksi baja mentah di ASEAN meningkat 2,7 kali lipat menjadi sebanyak 32 juta metrik ton selama 1 dekade hingga 2021.
Di saat bersamaan, produksi bahan baku baja pig iron juga meningkat mencapai 23 juta metrik ton hingga periode 2021. Produksi baja yang diperkirakan tumbuh 1 persen setiap tahunnya selama 30 tahun ke depan akan mencapai jumlah produksi baja sebanyak 2,2-2,4 miliar metrik ton pada 2050.
"Sedangkan produksi baja mentah China akan mencapai puncaknya di periode 2020-2030. Jumlah ini harus kita perhitungkan penyerapannya di masing-masing negara,” ungkap Silmy.
Menurut dia, megatrend yang memberikan perubahan setelah masa pandemi seperti perubahan iklim dunia, perkembangan teknologi, perubahan sosial ekonomi, maupun geopolitik. Dekarbonisasi, Net Zero Emission, hingga Green Steel mulai banyak dikembangkan oleh produsen baja di dunia.
Diperkirakan permintaan baja rendah karbon mencapai 25 persen pada 2040. Indonesia termasuk dalam negara kedua yang menerapkan dekarbonisasi dengan kisaran target 32 persen pada 2030, setelah Malaysia dengan kisaran target 45 persen.
“Ke depan, industri baja akan menyesuaikan dengan pengembangan industri baja ramah lingkungan, industri baja yang berbasis teknologi digital, maupun industri baja yang mengusung Green Steel Industry," tutur Silmy.
Hal itu, lanjutnya, menjadi tantangan bagi semua untuk menyelesaikan masalah emisi karbon, tanpa mengurangi efisiensi biaya dan produktivitas pada saat yang bersamaan.
Editor: Jeanny Aipassa