Asosiasi Periklanan Tolak Larangan Total Iklan Produk Tembakau di RPP Kesehatan
JAKARTA, iNews.id - Asosiasi Bidang Jasa Periklanan, Media Penerbitan dan Penyiaran menolak larangan total iklan produk tembakau pada draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) untuk pelaksanaan UU No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Pasalnya, produk tembakau merupakan komoditas legal dan berhak berkomunikasi dengan target konsumen dewasa.
Dalam surat terbuka kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Asosiasi di Bidang Jasa Periklanan, Media Penerbitan dan Penyiaran menyampaikan, larangan total iklan pada berbagai media akan menghambat keberlangsungan industri periklanan dan media kreatif.
Untuk itu, Industri Kreatif Nasional menolak Poin Larangan Total Iklan Produk Tembakau yang dituangkan dalam berbagai usulan regulasi seperti Revisi PP 109/2012 dan RUU Penyiaran.
"Industri Kreatif Sangat Terancam keberlangsungannya bila larangan total iklan rokok diberlakukan," tulis surat terbuka tersebut seperti dikutip iNews.id, Jumat (10/11/2023).
Adapun, berdasarkan data TV Audience Measurement Nielsen, iklan rokok bernilai lebih dari Rp9 triliun termasuk dalam sepuluh besar kontributor belanja iklan media di Indonesia.
Sementara, kontribusi tembakau terhadap media elektronik mencapai sekitar 20 persen dari total pendapatan dari media digital di Indonesia dan mencapai nilai ratusan miliar per tahun.
Selain itu, berdasarkan data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tahun 2021, industri kreatif juga menyerap lebih dari 725.000 tenaga kerja secara langsung. Secara umum, multi sektor di industri kreatif juga memperkerjakan 19,1 juta tenaga kerja.
Sementara dengan regulasi yang berlaku saat ini, data menunjukkan bahwa kontribusi industri iklan rokok telah menunjukkan penurunan 9-10 persen.
Asosiasi menyebut, rencana pelarangan total iklan pada pasal pengamanan zat adiktif RPP Kesehatan akan secara langsung mengurangi pendapatan industri kreatif, hiburan, periklanan, serta media-media yang menggantungkan pemasukannya dari penerimaan iklan dan promosi seperti TV, digital, dan media luar ruang.
"Hal ini juga akan berdampak terhadap keberlangsungan usahanya dan nasib tenaga kerja yang menggantungkan pekerjaannya kepada mata sektor tersebut," tulis surat tersebut.
Selain itu, dalam surat terbuka juga terdapat tiga poin penting yang paling memberikan industri periklanan di Tanah Air. Pertama, mengenai iklan televisi yang waktu siarannya makin sempit dari semula 21.30-05.00 menjadi 23.00-03.00.
Lalu, larangan total semua aktivitas di media elektronik dan luar ruang. Selanjutnya, larangan total kegiatan kreatif, termasuk untuk musik terlepas dari pembatasan umur penonton yang hadir, dan larangan peliputan tanggung jawab sosial (CSR).
"Kami mendukung dituangkannya pelaksanaan dalam RPP dan ingin menyampaikan masukan berdasarkan beberapa penelaahan yang kami lakukan di mana beberapa pasal dalam RPP tersebut sangat berdampak terhadap kelangsungan industri periklanan dan kreatif," dikutip dari surat terbuka.
Berdasarkan masalah tersebut, Asosiasi Bidang Jasa Periklanan, Media Penerbitan dan Penyiaran membuka diskusi terbuka dengan pemerintah untuk membicarakan lebih lanjut terkait masukan untuk penyusunan RPP tersebut.
"Kami terbuka dalam diskusi proses penyusunan kebijakan agar dalam perubahannya tidak merugikan para pelaku industri kreatif serta tepat sasaran dalam mendukung upaya Pemerintah dan berharap agar dilibatkan dalam proses penyusunan kebijakan yang akan," tulis surat tersebut.
Editor: Aditya Pratama