Asosiasi Produsen Serat Ungkap PHK di Industri Tekstil Tembus Lebih dari 500.000 Orang
JAKARTA, iNews.id - Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta menyebut, total karyawan industri tekstil, yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) lebih dari data pemerintah sepanjang tahun 2023. Dia mengungkapkan, berdasarkan data yang dikumpulkan pihaknya, total karyawan industri tekstil dan produk tekstil (TPT), yang di-PHK mencapai angka 500.000 orang.
Adapun, pemerintah menyebut sekitar 150.000 orang telah dirumahkan akibat efisiensi atau penutupan pabrik industri TPT sepanjang 2023. Namun, dia menampik bahwa sebenarnya fakta di lapangan melebihi angka total yang disebutkan.
"Di sepanjang tahun 2023 data resmi pemerintah menyebutkan PHK ada sekitar 150.000 orang, tapi prakiraan kami sudah lebih dari 500.000 orang dengan hitungan yang dirumahkan, putus kontrak dan pensiun dini," kata Gita kepada iNews.id dikutip, Sabtu (15/6/2024).
Gita menambahkan, badai PHK massal ini sebenarnya sudah terjadi bahkan sejak akhir tahun 2022. Sejumlah faktor seperti pengaruh konflik perang Rusia-Ukraina, sehingga mengakibatkan permintaan ekspor produk TPT Indonesia menurun, menjadi penyebabnya.
"PHK sudah terjadi sejak akhir tahun 2022 yang diawali oleh perang Ukraina-Rusia yang menyebabkan turunnya daya beli di Eropa dan AS, sehingga perusahaan berorientasi ekspor kesulitan melakukan penjualan dan akhirnya mengurangi produksi diikuti pengurangan karyawan," tuturnya.
Situasi tersebut, lanjut Gita, diperparah dengan adanya invasi produk impor TPT asal China, baik secara legal maupun ilegal, menggempur pasar lokal di Indonesia.
"Kondisi diperparah dengan serangan impor murah dari china baik yang legal maupun ilegal ke pasar domestik karena china overstock akibat kondisi global," ucapnya.
Dia mengatakan pertumbuhan industri TPT tersebut hanya bertahan di angka -2 persen sepanjang tahun 2023.
"Banjirnya impor ini mengakibatkan pasar domestik dipenuhi barang impor murah sehingga produk dalam negeri tidak bisa bersaing dan mengakibatkan turunnya produksi hingga utilisasi hanya sekitar 45 persen, imbasnya kemudian adalah PHK," kata dia.
Dia pun mengatakan situasi industri TPT lokal yang terjadi saat ini adalah penutupan pabrik hingga berujung bisnis terpaksa gulung tikar.
"Saat ini trend nya bukan lagi PHK tetapi menutup pabrik, karena perusahaan jalan saat ini dgn sisa karyawan, jadi PHK sekaligus tutup pabrik," ujarnya.
Lebih lanjut, Gita mengungkapkan tren gulung tikar bisnis industri TPT ini akan terus berlangsung selama pemerintah masih mempertahankan kebijakan yang pro importir.
"Kondisi ini akan terus berlangsung sampai ada kebijakan perbaikan pasar dari pemerintah, sepanjang pemerintah masih pro terhadap para importir pedagang, tren tutup pabrik ini akan terus terjadi," tuturnya.
Editor: Aditya Pratama