Bahlil Sebut Takkan Paksa Ormas yang Tolak Izin Tambang
JAKARTA, iNews.id - Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyebut bahwa dirinya tak akan memaksa organisasi masyarakat (ormas) keagamaan yang menolak pemberian izin tambang. Sebab, aturan tersebut masih sangat baru.
Meski begitu, Bahlil menjelaskan pihaknya akan terus mensosialisasikan aturan tersebut agar lebih mudah dipahami masyarakat dan juga ormas.
"Ya saya katakan bahwa ini kan PP-nya baru ditanda-tangani, PP-nya baru barang baru dan saya baru sosialisasikan dan ke depan kami akan mengkomunikasikan. Nanti dilihat kalau misalnya katakanlah setelah mereka tahu isinya, tujuannya dan mau menerima Alhamdulillah kan. Kalau nggak ya kita nggak boleh memaksa kan," tuturnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (10/6/2024).
"Saya yakin bahwa semua ada tujuan baik dan sesuatu yang baik Insyaallah akan menghasilkan sesuatu yang baik," kata Bahlil.
Bahlil menjelaskan, pemberian izin usaha pertambangan (IUP) ke ormas keagamaan memiliki syarat yang tidak mudah. Sebab, ormas tersebut harus memiliki badan usaha terlebih dahulu dan nantinya izin tidak bisa dipindahtangankan.
"Badan usaha itu harusnya punya koperasi. Supaya IUP yang diberikan tidak disalahgunakan oleh kelompok yang tidak bertanggung jawab," ucap dia.
Bahlil juga memastikan bahwa pemberian IUP kepada ormas keagamaan tersebut tidak melanggar aturan dasar. Menurutnya, pemberian IUP tersebut merupakan perintah perintah UU dasar pasal 33, yakni untuk pemerataan kesejahteraan dan retribusi.
"Tidak ada pelanggaran aturan yang dilakukan sebab di perubahan UU minerba pasal 6 poin 1 huruf c, itu berkewenangan untuk memberikan skala prioritas, dan PP-nya waktu itu belum ada. Sehingga perubahan PP itu memasukan itu IUPK khusus untuk eks PKP2B batu bara, jadi gak ada (melanggar). itu lewat mekanisme rapat mekanisme pertemuan-pertemuan rapat dengan kementerian teknis, dan diputuskan rapat terbatas, dan ratas itu salah satu forum pengambilan keputusan tertinggi di tingkat pemerintahan karena dipimpin presiden dan itu merupakan produk hukum, dan ini sudah melewati proses verifikasi dikaji oleh kemenkumham dan jaksa agung, masa pemerintah melakukan nabrak aturan. Kita kan pembuat aturan," ungkapnya.
Editor: Puti Aini Yasmin