Bank Dunia Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara Turun Signifikan, Bagaimana dengan Indonesia?
 
                 
                JAKARTA, iNews.id – Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi negara-negara di tahun 2022 turun signifikan akibat tekanan inflasi global yang telah mendorong lonjakan harga komoditas energi dan pangan. Lalu bagaimana dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia?
Dalam laporan Global Economic Prospect (GEP) June 2022, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi global akan melambat signifikan dari 5,7 persen di tahun 2021 menjadi hanya 2,9 persen di tahun 2022, akibat eskalasi berbagai risiko global.
 
                                Bank Dunia menyebut proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2022 tersebut turun signifikan sebanyak 1,2 poin persentase (pp) dari proyeksi sebelumnya di Januari 2022. Langkah ini serupa dengan yang telah dilakukan oleh beberapa lembaga internasional lain seperti IMF yang menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global sebanyak 0,8 pp di April 2022.
Dalam laporan GEP, Bank Dunia memaparkan berbagai risiko global mengalami peningkatan, khususnya pasca terjadinya perang Rusia-Ukraina. Konflik geopolitik tersebut telah membuat tekanan inflasi global semakin persisten, terutama didorong oleh lonjakan harga komoditas energi dan pangan serta disrupsi suplai.
 
                                        Upaya berbagai negara untuk mengendalikan inflasi melalui pengetatan kebijakan moneter yang lebih cepat dan tajam, terlebih di negara maju seperti AS, juga berpotensi menciptakan pengetatan likuiditas global dan mendorong kenaikan biaya pinjaman (cost of fund). Hal tersebut turut membuat prospek pemulihan ekonomi global ke depan dibayangi oleh tantangan yang besar.
Terkait dengan itu, Bank Dunia menyatakan penurunan pertumbuhan ekonomi terjadi secara luas di berbagai negara, baik kelompok negara maju maupun berkembang. Berikut proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2022 berdasarkan GEP Bank Dunia yang dikutip hari ini, Rabu (8/6/2022):
 
                                        - Zona Eropa sebagai episentrum konflik geopolitik mengalami revisi ke bawah sebanyak 1,7 pp, dari 4,2 persen menjadi 2,5 persen
- Rusia diproyeksikan mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi 8,9 persen atau turun sangat dalam 11,3 pp dari prediksi sebelumnya
- Dua perekonomian terbesar dunia, yakni AS dan Tiongkok, juga turut mengalami penurunan proyeksi pertumbuhan untuk tahun 2022 masing-masing 1,2 pp dan 0,8 pp
- Di kelompok negara berkembang, India, Meksiko, dan Thailand juga mengalami penurunan proyeksi yang cukup signifikan yakni 1,2 pp, 1,3 pp, dan 1,0 pp.
- Pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi salah satu yang paling resilien, di mana Bank Dunia memprediksi akan berada di tingkat 5,1 persen untuk tahun 2022 atau hanya turun 0,1 pp dari proyeksi sebelumnya. Proyeksi ini masih berada dalam kisaran outlook Pemerintah yakni 4,8 persen–5,5 persen.
Dalam laporan GEP Juni 2022 tersebut, Bank Dunia mengemukakan bahwa perekonomian Indonesia tak terlalu mengalami gejolak karena mendapat dukungan dari kenaikan harga komoditas energi dan pangan.
“Perekonomian Indonesia terus menunjukkan resiliensi di tengah gejolak global yang terjadi. Selain menjadi salah satu dari sedikit negara yang dapat mengembalikan output ke level prapandemi sejak tahun 2021, kinerja ekonomi domestik di tahun ini juga terus menguat antara lain didukung situasi pandemi yang terus terkendali,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu di Jakarta, Rabu(8/6/2022).
Menurut dia, situasi pandemi yang kondusif menjadi salah satu prasyarat penting agar kepercayaan masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonomi sosial terus terjaga.
Salah satu cara yang akan terus ditempuh pemerintah adalah mendorong vaksinasi yang kini sudah mencapai 74,2 persen populasi untuk dosis pertama dan 62,1 persen untuk dosis lengkap.
“Saat ini, risiko perekonomian global telah bergeser dari krisis pandemi ke potensi krisis energi, pangan, dan keuangan. pemerintah Indonesia akan terus menjaga agar kinerja ekonomi domestik terus menguat meski di tengah berbagai tantangan global,” ungkap Febrio.
Selain itu, lanjutnya, APBN juga akan terus diarahkan untuk menjadi instrumen penting merespon dinamika ekonomi yang terjadi, termasuk menjadi peredam syok (shock absorber).
"Di tengah peningkatan risiko global, APBN akan terus diarahkan untuk memastikan terlindunginya daya beli masyarakat khususnya kelompok yang rentan serta terjaganya pemulihan ekonomi," tutur Febrio.
Editor: Jeanny Aipassa