DPR Minta Bahlil Cabut Izin Tambang yang Berkaitan dengan Suami Sandra Dewi Harvey Moeis!
JAKARTA, iNews.id - Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Aimah Nurul Anam menyinggung Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dan jajaran seakan tidak mengetahui perihal aliran dana ratusan triliun ke kantong suami Sandra Dewi Harvey Moeis hingga Helena Lim. Padahal, hal itu berkaitan dengan dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Menurutnya, Bahlil dan jajaran tidak memiliki rasa tanggung jawab publik. Padahal kerugian yang timbul dari kasus itu terbilang cukup besar. Sebagaimana ramai diberitakan, kasus dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas itu ditaksir menimbulkan kerugian lingkungan hingga Rp271 triliun.
"Kami jujur suasana kebatinan kami terganggu. Ke mana ya Kementerian investasi ya? Kok tidak punya rasa tanggung jawab publik? Tidak punya apa namanya, mohon maaf dalam ini bukan Pak Menteri tapi jajaran di bawah Pak Menteri, tidak ada kegalauan hati untuk ikut turut menyelesaikan persoalan ini karena mau tidak mau ini juga terkait dengan Kementerian Investasi," ucap Mufti dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VI DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (1/4/2024).
Oleh karena itu Mufti mendesak Bahlil segera mencabut izin dan menghentikan perusahaan yang terafiliasi dengan para tersangka korupsi timah di Bangka Belitung tersebut.
Mufti juga menyebutkan nama seorang mafia besar yang ada balik kasus ini, yakni Robert Bonosusatya.
"Maka kami minta pada kesempatan hari ini, semua usaha yang terafiliasi ke Harvey Moeis, yang kami lihat juga beliau pengusaha tambang, baik batu bara, nikel dan sebagainya, juga Helena Lim, juga kemudian RBT, yang ini kita tahu dan mungkin Pak Menteri juga kenal, dan dia adalah seorang mafia tambang besar di negara kita. Semua kami minta semua tambang yang terkait dengan mereka untuk dicabut atau setidaknya dihentikan sampai urusan ini benar-benar tuntas," tegas Mufti.
DPR juga minta Bahlil pantau perusahaan tambang yang berafiliasi dengan MIND ID. Ada apa? Klik halaman selanjutnya>>>
Mufti juga meminta Bahlil untuk mencermati perusahaan tambang yang berafiliasi dengan MIND ID. Hal itu berkaitan dengan skandal atau kasus korupsi yang motifnya hampir sama dengan yang terjadi di Timah.
Mufti bilang, sebagai bentuk mitigasi, hari ini KPK yang juga kejar-kejaran dengan Kejagung seakan saling ingin mendahului kasus yang tidak kalah besar ini.
"Jadi harapan kami mohon dicermatin semua perusahaan tambang yang terkait dengan MIN ID, yang terafiliasi dengan ID untuk diperhatikan dengan skandal atau isu-isu yang saya sampaikan tadi untuk sementara dicabut atau dihentikan sementara waktu sampai ini benar-benar tuntas. Karena yang kami dengar, kami tahu bahwa, nilainya jauh lebih besar dari korupsi di timah yang tentu ini dampaknya terhadap kesejahteraan rakyat," ucapnya.
Sementara itu, Bahlil mengaku belum mengetahui pasti duduk perkara kasus tata niaga Timah tersebut lantaran saat ini pihaknya masih melakukan kajian. Menurut Bahlil, dirinya beserta deputinya akan terus mempelajari kasus ini.
"Saya kan belum tahu duduk perkara yang sesungguhnya, kita lagi mengkaji sampai sekarang. Saya juga lagi bingung, dia ini mengerjakan di atas IUP-nya atau di atas IUP yang lain. Dan sekarang tim kami di deputi saya lagi mempelajarinya," tutur Bahlil.
Terkait dengan penerbitan IUP, Bahlil menuturkan bahwa Kementerian Investasi sejatinya hanya berperaan di penerbitan lewat OSS. Masalah teknis seperti luasan lahan hingga titik koordinat tambang ada di Kementerian ESDM.
"Kami itu hanya meneken IUP di ujungnya lewat OSS. Tapi kebijakan berapa luas lahannya, titik koordinatnya di mana, bagaimana proses mendapatkan, itu tetap di menteri teknis, bukan di Menteri Investasi," ucapnya.
Setelah dokumen dari Kementerian ESDM dikirim ke Kementerian Investasi, katanya, barulah IUP diterbitkan. Ia menyebut urusan teknis seperti proses lelang dan sebagainya bukan menjadi domain Kementerian Investasi.
Sementara itu, soal kerugian yang mencapai Rp271 triliun, Bahlil mengaku tidak tahu dasar hitungannya dari mana. Angka tersebut, sambungnya, berasal dari aparat penegak hukum.
"Itu kan hukum ya, dan kita kan tidak tahu dasar hitungannya dari mana, itu mungkin aparat penegak hukum yang tahu dasar hitungannya," pungkas Bahlil.
Editor: Puti Aini Yasmin