Ekonom Sebut Dana Rp200 Triliun yang Diguyur ke Bank Tak Berdampak Signifikan
JAKARTA, iNews.id - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai keputusan pemerintah mengguyur Rp200 triliun ke lima bank tak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian. Terlebih, pemberian kredit saat ini tengah melambat.
Berdasarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juli 2025 penyaluran kredit mencapai Rp 8.043,2 triliun. Angka ini tumbuh 7,03 persen secara tahunan, namun melambat dari bulan sebelumnya.
"Likuiditas masuk ke bank Himbara dari skema Rp200 triliun, tapi yang jadi pertanyaan apa permintaan kreditnya naik signifikan? Ini tergantung dari beberapa faktor, daya beli masyarakat, kepercayaan dunia usaha dan kebijakan pajak," ujarnya saat dihubungi iNews.id, Minggu (14/9/2025).
Bhima menjelaskan perlambatan pertumbuhan kredit ini merupakan cerminan dari aktivitas daya beli masyarakat yang melemah. Para pelaku usaha masih cenderung enggan untuk melakukan ekspansi di tengah tekanan daya beli hingga pajak.
Ia pun menyarankan agar pemerintah tak hanya mengguyur uang kepada perbankan. Sebab, perlu ada stimulus fiskal tambahan agar menjadi pemantik aktivitas konsumsi di masyarakat.
Ia menyebut pajak pertambahan nilai (PPn) semestinya bisa diturunkan dari 11 persen menjadi 8 persen. Cara ini diyakini bisa mendorong geliat ekonomi masyarakat.
Menurutnya, pemerintah tidak perlu terlalu mengkhawatirkan soal penerimaan negara yang melambat imbas pemangkasan PPn ini. Sebab, kata Bhima, penurunan pajak ini justru akan menggeliatkan aktivitas industri, menyerap lebih besar tenaga kerja, sehingga pajak penghasilan bakal meningkat di tengah pemangkasan PPn.
"Kita rekomendasikan ke Pak Purbaya tarif PPN dipangkas dari 11 persen ke 8 persen, PTKP dinaikkan jadi Rp7 juta per bulan, dan serapan anggaran terutama terkait transisi energi. Kalau prakondisi itu dijalankan, maka pasokan dan permintaan akan sama-sama naik," tambah Bhima.
Lebih lanjut, Bhima mengatakan Celios sendiri telah melakukan modeling jika Pemerintah memangkas PPn dari 11 persen menjadi 8 persen. Penurunan tarif PPN bukan semata langkah populis yang mengorbankan penerimaan negara dalam jangka pendek, tetapi perlu menjadi momentum perombakan struktur pajak yang lebih seimbang.
Berdasarkan riset Celios, skenario penurunan tarif PPN 8 persen diproyeksikan dapat meningkatkan konsumsi masyarakat sebesar 0,74 persen dan mendorong pertumbuhan PDB hingga Rp133,65 triliun. Dampak ganda ini akhirnya turun meningkatkan kontribusi terhadap penerimaan pajak bersih hingga mencapai Rp1 triliun per tahun.
"Dari hasil modelling Celios akan terdapat kenaikan Rp1 triliun penerimaan negara sebagai efek kenaikan pajak dari aktivitas produksi dan permintaan masyarakat. Jadi PPN turun, tapi sumbangan PPh21-nya akan naik sebagai kompensasi," pungkas Bhima.
Editor: Puti Aini Yasmin