Harga Minyak Dunia Lesu Gara-gara China Lockdown hingga Embargo Rusia
NEW YORK, iNews.id - Harga minyak mentah dunia mengalami tekanan pada perdagangan Selasa (10/5/2022) siang setelah sempat tergelincir di sesi pagi waktu Asia.
Data bursa Intercontinental Exchange (ICE) hingga pukul 10.06 WIB menunjukkan, harga minyak Brent Juli 2022 terkoreksi 1,75 persen menjadi 104,09 dolar AS per barel. Sedangkan Brent Agustus 2022 melemah 1,74 persen menjadi 102,78 dolar AS per barel.
West Texas Intermediate (WTI) Juni 2022 di New York Mercantile Exchange (NYMEX) tertekan 1,64 persen menjadi 101,40 dolar AS per barel, sementara WTI Juli 2022 jatuh 1,66 persen menjadi 100,08 dolar AS per barel.
Mengutip Reuters, kekhawatiran pasar terhadap kebijakan lockdowon di China masih menjadi sentimen yang mengancam permintaan sekaligus membebani harganya di tingkat global. Ini mengingat Beijing adalah salah satu konsumen terbesar minyak bumi.
China melaporkan angka impornya dalam empat bulan pertama tahun ini turun 4,8 persen dibanding tahun lalu, meskipun impor bulanan April naik hampir 7 persen.
Adapun rencana pembatasan impor minyak Rusia yang dilakukan Uni Eropa juga dinilai dapat mendorong negara-negaranya ke dalam masalah ekonomi. Kabar tersebut sempat menaikkan harga Brent dan WTI menuju level tertinggi dua pekan berturut-turut beberapa waktu lalu.
Proposal UE masih membutuhkan suara bulat oleh anggota mereka yang dijadwalkan akan disahkan pada pekan ini. Terbaru, Jerman tengah mempersiapkan kebijakan darurat untuk mengantisipasi dampak dari embargo minyak, sementara Hungaria dikabarkan menolak rencana tersebut, sampai ada kejelasan soal pengganti pasokan minyak mereka.
Bloomberg pada Selasa (10/5/2022) mengabarkan, Uni Eropa berencana meringankan kebijakan mereka setelah muncul keberatan dari beberapa negara, seperti Yunani, Slovakia, Siprus, Malta, hingga Republik Ceko. Sebagian besar alasan penolakan embargo adalah karena dapat mengancam perekonomian mereka.
Di sisi lain, gonjang-ganjing pasar minyak juga masih mengkhawatirkan persoalan kenaikan suku bunga dan kemungkinan terjadinya resesi yang mengancam permintaan.
Editor: Jujuk Ernawati