Harga Minyak Mentah Turun hingga 1,7 Persen dalam Sepekan, Ini Pendorongnya
HOUSTON, iNews.id - Harga minyak mentah dunia melemah dalam perdagangan sepekan. Para pedagang menunggu perundingan antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dengan Presiden Rusia Vladimir Putin yang disebut mengarah pada pelonggaran sanksi yang dijatuhkan kepada Moskow terkait perang di Ukraina.
Melansir Reuters, harga minyak mentah Brent berjangka ditutup turun 99 sen atau 1,5 persen di level 65,85 dolar AS per barel, sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS melemah 1,16 dolar AS atau 1,8 persen menjadi 62,80 dolar AS per barel.
Sementara itu, dalam perdagangan sepekan, harga minyak WTI AS turun 1,7 persen, sementara Brent turun 1,1 persen.
Adapun, Trump dikabarkan telah tiba di Alaska pada Jumat (15/8/2025) waktu setempat menjelang pertemuan dengan Putin. Dia meyakini Rusia siap mengakhiri perang, tetapi dia juga mengancam akan menjatuhkan sanksi sekunder kepada negara-negara yang membeli minyak Rusia jika tidak ada kemajuan dalam perundingan damai.
Sementara itu, Putin juga dikabarkan telah tiba di Anchorage. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov menyampaikan, Rusia berharap perundingan tersebut akan membuahkan hasil, menurut laporan kantor berita Rusia, Interfax.
Sementara itu, data ekonomi China yang melemah meningkatkan kekhawatiran atas permintaan bahan bakar.
Data pemerintah China menunjukkan pertumbuhan output pabrik merosot ke level terendah dalam delapan bulan dan pertumbuhan penjualan ritel tumbuh pada laju paling lambat sejak Desember, membebani sentimen meskipun produksi minyak meningkat di negara pengguna minyak mentah terbesar kedua di dunia tersebut.
Proyeksi surplus pasar minyak yang meningkat juga membebani sentimen, begitu pula prospek suku bunga AS yang lebih tinggi dan berjangka panjang.
Analis Bank of America memperluas proyeksi surplus pasar minyak, dengan menyebutkan peningkatan pasokan dari kelompok produsen OPEC+ yang terdiri dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), Rusia, dan sekutu lainnya.
Para analis kini memproyeksikan surplus rata-rata sebesar 890.000 barel per hari dari Juli 2025 hingga Juni 2026.
Editor: Aditya Pratama