INDEF: Aturan Berlebihan Batasi Pertumbuhan Ekonomi Digital Indonesia
JAKARTA, iNews.id - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) meminta pemerintah terus menjaga kondusifitas lanskap ekonomi digital di tanah air dengan mengedepankan prinsip regulasi ringan (light-touch regulation) dalam pengembangan peta jalan ekonomi digital di Indonesia.
Pendekatan ini diperlukan untuk dapat memberikan kepastian hukum dan ruang inovasi yang luas bagi pelaku industri digital untuk mengembangkan ekosistem digital di Indonesia.
Menurut INDEF, prinsip regulasi ringan ini penting diimplementasikan di tengah semakin tingginya ketidakpastian kondisi ekonomi akibat kondisi geopolitik dan pandemi Covid-19 yang telah memaksa sejumlah perusahaan rintisan teknologi Indonesia (start-up) untuk melakukan efisiensi.
Start-up seperti Shopee, Grab, dan Traveloka, dikabarkan mulai melakukan langkah efisiensi seperti penutupan beberapa lini bisnisnya dan juga pengurangan pegawai.
Efisiensi yang dilakukan para start-up ini bukan tanpa sebab. Risiko terjadinya stagflasi atau kondisi tingkat inflasi tinggi disertai dengan pertumbuhan ekonomi yang belum stabil, membuat semakin terbatasnya minat investor dalam menginvestasikan dananya di perusahaan-perusahaan start-up. Kondisi ini, belakangan banyak dikenal dengan istilah “tech winter” yang menggambarkan “dinginnya” arus investasi di sektor teknologi.
Padahal, dengan nilai ekonomi digital Indonesia sebesar 77 miliar Dolar Amerika atau setara dengan Rp1.208 triliun (asumsi kurs Rp15.700 per Dolar Amerika) dan diproyeksikan akan mencapai 220 miliar Dolar Amerika atau setara Rp3.454 triliun pada 2030, ekonomi digital digadang-gadang menjadi masa depan ekonomi Indonesia.
Karenanya, pemerintah diminta untuk tidak berlebihan di dalam menerbitkan regulasi yang justru dapat berdampak negatif terhadap perkembangan ekonomi digital di Indonesia. Salah satunya, ada pengaturan biaya komisi di dalam industri digital.
Secara spesifik, INDEF menyoroti kebijakan pembatasan biaya komisi pada sektor ride-hailing atau ojek online (ojol) yang diatur oleh Kementerian Perhubungan dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. KP 667 Tahun 2022 mengenai Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat.
Melalui policy brief yang bertajuk, “Dampak Penetapan Batas Atas Biaya Komisi pada Industri Digital di Indonesia”, INDEF mengingatkan pemerintah untuk hati-hati di dalam mengatur skema biaya komisi di industri digital. INDEF menilai bahwa pengaturan batas atas biaya komisi pada industri digital dengan two-sided market seperti pada sektor ride-hailing merupakan kebijakan yang kontraproduktif dan tidak sejalan dengan praktik-praktik di negara lain.
“Peranan biaya komisi sangat besar terhadap keberlangsungan perusahaan digital dengan two-sided market yang perlu biaya untuk meningkatkan kedua sisi pasar secara seimbang sekaligus menjaga kepercayaan investor,” kata Direktur Riset INDEF Berly Martawardaya, dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (8/11/2022).
Dia menambahkan bahwa pembatasan komisi menjadi kebijakan yang berisiko pada perkembangan ride-hailing di Indonesia, karena terjadi penurunan stream revenue dan makin lamanya periode menuju break even point (BEP) setelah periode penetrasi pasar dilewati.
“Dalam jangka panjang, pengaturan biaya komisi akan menjadi disinsentif bagi startup lokal untuk berkembang, mengurangi appetite investasi digital luar negeri ke indonesia, dan menghambat transformasi digital Indonesia,” tutur Berly
Untuk mengantisipasi hilangnya kepercayaan investor terhadap industri digital, INDEF menyarankan pemerintah untuk segera merevisi kebijakan-kebijakan yang dianggap kontraproduktif. Salah satunya, dengan mempertimbangkan kembali pasal mengenai pengaturan pembatasan komisi pada Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. KP 667 Tahun 2022.
Hal ini bertujuan untuk memastikan industri digital dapat berkembang secara kondusif, memberikan kepastian investasi, dan juga meningkatkan daya saing industri digital sektor ride hailing di Indonesia.
Selain itu, INDEF juga mengingatkan pemerintah untuk menghindari adanya tumpang tindih kebijakan di antara kementerian dan lembaga pemerintah dalam pembuatan kebijakan publik bagi industri digital.
Editor: Anindita Trinoviana