Ini Alasan Bandara Internasional Bali Utara Perlu Dibangun
JAKARTA, iNews.id – Pembangunan Bandara Internasional Bali Utara sudah sangat mendesak. Hal itu mengingat kapasitas Bandara Internasional Ngurah Rai yang berada di sebelah selatan Bali sudah melebihi kapasitas (overload).
Pengamat penerbangan Alvin Lie mengatakan, setiap maskapai kesulitan mendapatkan slot terbang di Bandara Ngurah Rai. Untuk itu, diperlukan penyeimbang dengan keberadaan bandara baru.
“Yang pasti kondisi Bandara Internasional Ngurah Rai saat ini sudah overload. Bebannya sudah melampaui daya dukung bandara itu,” ujar dia kepada KORAN SINDO di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, terdapat sejumlah opsi yang bisa dilakukan pemerintah mengatasi overload Bandara Ngurah Rai. Pertama, perluasan bandara eksisting Ngurah Rai melalui penambahan apron dan runway. Kedua, pembangunan bandara baru yang sudah ditawarkan oleh prakarsa melalui Bandara Internasional Bali Utara (BIBU).
“Alternatifnya memperluas Bandara Ngurah Rai dengan apron yang lebih luas dan runway bangun satu lagi. Atau, membuat bandara baru dengan catatan harus ada konektivitas antara wilayah utara dan selatan. Tanpa itu, nantinya akan menimbulkan masalah tersendiri,” ucap dia.
Dia juga meminta pemerintah jangan bersikap plinplan mengenai rencana pembangunan bandara baru.
“Menteri yang satu bilang A, sedangkan menteri yang satu bilang B. Nanti pemerintah yang lain bilang sedang jalan. Jangan membingungkan masyarakat,” katanya.
Pembangunan Bandara Internasional Bali Utara (BIBU) telah lama diusulkan sejak 2009. Targetnya saat itu bisa selesai sebelum digelar pertemuan puncak pertemuan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia pada Oktober 2018.
Dalam perjalanannya justru molor tanpa kejelasan. Padahal, sebagaimana Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2014 tentang Tata Cara Prosedur Penetapan Lokasi Bandar Udara sudah dipenuhi oleh BIBU.
“Kami sudah melakukan semua kajian dari kajian paling awal hingga paling akhir. Finalnya sisa menunggu penetapan lokasi dari regulator Kementerian Perhubungan,” ujar Presiden Komisaris Bandara Internasional Bali Utara Iwan Erwanto saat berkunjung ke redaksi KORAN SINDO, kemarin.
Dia memaparkan, potensi Bali Utara dengan pembangunan bandara yang mengambil lokasi 600 hektare lahan di Kubu Tambahan, Buleleng, Bali Utara. Dengan investasi dari investor sebesar Rp28 triliun, BIBU mantap meyakinkan pemerintah.
Apalagi, potensi yang bisa dihasilkan tidak hanya dari sisi pariwisata, namun juga mampu menciptakan lahan kerja baru bagi masyarakat Bali Utara. “Potensinya bisa menciptakan pariwisata baru. Dari sisi bisnis logistik juga terbilang besar. Mirip-mirip dengan apa yang ada di Dubai bisa kita wujudkan,” ujar dia.
Yang lebih penting dari itu, lanjut dia, kondisi Bandara Ngurah Rai yang overload dan ada blocking penerbangan yang bisa terjadi kapan saja akibat erupsi Gunung Agung mampu menjadi penyeimbang.
“Yang paling penting adalah sebagai penyeimbang. Karena kalau sekali Gunung Agung batuk saja, kerugian yang dihasilkan juga sangat besar sekali,” ujar Iwan.
Sementara itu, Direktur Operasional BIBU Tulus Pranowo mengungkapkan, banyak potensi besar yang bisa digarap melalui perwujudan Bandara Bali Utara. Apalagi dengan konsep pembangunan runway bandara ini berada di atas laut menambah daya tarik Bali.
“Saya kira akan memungkinkan lahirnya wisata baru melalui seaplane yang akan memudahkan konektivitas ke daerah-daerah eksotis. Ini penting kalau melihat permasalahan utama di Ngurah Rai yang sudah overload,” ucap dia.
Saat ini PT BIBU hanya tinggal menunggu penetapan lokasi. Setelah penetapan lokasi (penlok) disetujui, kajian lebih mendalam akan dilakukan dari sisi analisis dan dampak lingkungan.
“Yang kami perlukan saat ini hanya izin penlok. Penlok keluar, kemudian studi amdal. Setelahnya ada masterplan. Kalau disetujui masterplan, kita tinggal membangun dengan target tiga tahun bisa selesai,” kata Tulus.
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan maupun Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman masih belum tegas soal pembangunan Bandara Bali Utara ini. Menteri Per hubungan Budi Karya Sumadi hanya mengatakan, kajian masih terus dilakukan.
“Kami masih mengkaji studinya. Dua sampai tiga bulan ke depan kami umumkan,” ujar dia belum lama ini. Padahal, kajian telah lama dilakukan pihak BIBU. Regulator dalam hal ini Direktorat Udara hanya perlu melakukan asistensi. (Ichsan Amin)
Editor: Rahmat Fiansyah