KAI Ungkap Penyebab Bengkaknya Biaya Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
JAKARTA, iNews.id - Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT KAI Salusra Wijaya mengungkapkan penyebab terjadinya pembengkakan biaya (cost overrun) proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) senilai 4,9 miliar dolar AS atau Rp69 triliun.
Dia menjelaskan, penyebab utama cost overrun proyek KCJB adalah biaya Capital Output Ratio (COR) untuk Engineering Procurement Construction (EPC) sebesar 4,8 miliar dolar AS atau Rp68 triliun. Padahal, belanja modal atau capital expenditure (capex) awal KCJB senilai 6,07 miliar dolar AS. Jumlah itu terbagi atas EPC 4,8 miliar dolar AS dan non-EPC senilai 1,3 miliar dolar AS.
"Kalau dibuat ringkasan, ini penyebab utama kenapa terjadi cost overrun, terbesar porsi COR di EPC," kata Salusra dalam RDP bersama Komisi VI DPR, dikutip Kamis (2/9/2021).
Selain itu, masalah pembebasan lahan. Dari kajian konsorsium Indonesia PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), pembebasan lahan menjadi permasalahan pelik. Itu karena jalur kereta yang dibangun luas dan melewati kawasan komersial atau industri, sehingga konsorsium harus mengeluarkan anggaran besar untuk menggeser kawasan-kawasan tersebut.
Penyebab lainnya financing cost. Ini terjadi karena adanya keterlambatan pengerjaan proyek, sehingga Interest During Construction (IDC) atau talangan bunga atas proyek yang dikerjakan membengkak.
"Sehingga pasti yang membengkak juga biaya head office operasi. Dengan mundurnya proyek ini, beban operasi meningkat dan ada biaya-biaya lain," ujar dia.
Dari total anggaran EPC, pembebasan lahan, financing cost, biaya praoperasional dan lainnya menciptakan kenaikan anggaran yang signifikan. Manajemen mengestimasi COR mencapai 1,9 miliar dolar AS
"Artinya dari 1,9 miliar dolar AS tersebut, 75 persen akan dibiayai dari pinjaman CBD dan 25 persen dari equity. Porsi (saham proyek KCJB) Indonesia 60 persen, China 45 persen. Jadi itu asumsinya sehingga dapat Rp4,1 triliun. Dari perhitungan ini, yang kami ajukan ke pemerintah untuk diusulkan dipenuhi melalui PMN," tuturnya.
Editor: Jujuk Ernawati