Ke Bawah 6.000, IHSG Tertekan Isu BP Jamsostek dan Kenaikan Imbal Hasil Obligasi AS
JAKARTA, iNews.id - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus melemah ke bawah level 6.000. Pergerakan indeks terus disetir sentimen negatif, baik dari sisi domestik maupun global.
Pengamat pasar modal Riska Afriani mengatakan, penurunan IHSG cukup signifikan dalam beberapa hari terakhir yang semakin menunjukkan tanda-tanda bearish.
“Kalau saya melihat ini sudah memasuki bukan koreksi sehat lagi. Jika koreksi sehat, itu relatif hanya mengalami penurunan ketika terjadi kenaikan yang signifikan. Namun, beda halnya yang terjadi saat ini,” katanya dalam acara Market Opening IDX Channel, Kamis (1/4/2021).
Riska melihat adanya kepanikan pasar yang mendorong aksi jual secara masif. Berbagai isu dari dalam negeri mulai luar negeri menekan IHSG karena aksi jual tak hanya dilakukan investor domestik, melainkan asing.
“Kalau kita lihat berdasarkan nilai transaksi bursa perdagangan kemarin, itu hanya sebesar Rp12,1 triliun dan ini juga ada investor asing melakukan penjualan bersih kurang lebih di Rp1,03 triliun. Artinya, bukan hanya dari domestik tetapi melainkan juga ada faktor global yang turut memengaruhi perdagangan IHSG kita,” ujarnya.
Di dalam negeri, kata Riska, rencana BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) untuk mengurangi porsi investasi saham dan reksa dana menekan indeks. Menurut dia, porsi BP Jamsostek pada instrumen ini cukup besar, sehingga menjadi perhatian pelaku pasar.
“Porsi BPJS sendiri itu ada 23,9 persen ada di reksadana saham dan saham. Disampaikannya wacana mengenai pengurangan investasi saham ini turut berimbas pada saham-saham blue chip kita yang memang pada perdagangan kemarin juga mengalami penurunan yang signifikan," ujarnya.
Dari sisi global, kenaikan imbal hasil (yield) obligasi AS bertenor 10 tahun juga berdampak pada arus modal asing ke Indonesia. Saat ini, yield sudah menyentuh 1,7 persen karena pelaku pasar global khawatir inflasi di AS akan bergerak lebih cepat sehingga memaksa The Federal Reserve mencabut kelonggaran moneter.
Editor: Rahmat Fiansyah