Kisah Yammy Babeh, Keripik Singkong dari Desa Jajal Pasar Mancanegara (Bagian I)
JAKARTA, iNews.id – Bagi seorang pengusaha yang tangguh, keterpurukan bukan akhir dari segala-galanya. Kondisi semacam itu bisa jadi titik awal dari kesuksesan baru.
Pengalaman Ade Soelistyowati (Elis) bersama sang suami, Sahroni Bachrun (Roni), menjadi buktinya. Kebangkrutan memaksa pasangan ini untuk merintis usaha baru dari nol, beberapa tahun lalu. Perjuangan mereka pun tak sia-sia.
UMKM yang mereka bangun, Yammy Babeh, kini mampu menghasilkan omzet ratusan juta rupiah per tahun. Penjualan produknya pun sudah merambah ke pasar mancanegara. Tak hanya itu, Yammy Babeh juga berhasil menyabet juara 1 ajang BRIlianpreneur 2021.
BRIlianpreneur adalah program binaan Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang telah berlangsung sejak 2019. Lewat program tersebut, para pelaku UMKM dapat menampilkan produk-produk terbaik dalam negeri, sekaligus mendukung pemerintah dalam Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia.
Kisah perjalanan Yammy Babeh sejatinya berawal dari 2009. Kala itu, Elis mendapat musibah. Dia terkena stroke. Penyakit tersebut memaksa perempuan berusia 44 tahun itu berhenti dari pekerjaannya sebagai karyawan perusahaan jasa ekspedisi di Jakarta.
Setelah sembuh, Elis pun beralih profesi menjadi dosen di salah satu kampus swasta di Ibu Kota. Namun, pada 2012, ibu empat anak itu kembali terserang stroke untuk yang kedua kali.
Sejak itu, Elis dan suaminya memutuskan untuk hijrah ke Sukabumi, Jawa Barat. Di sana, mereka tinggal di sebuah desa yang terletak di kaki Gunung Gede-Pangrango dan perkebunan teh Goalpara.
“Saya bersama keluarga pindah ke Sukabumi dalam rangka ikhtiar untuk kesembuhan penyakit saya,” ungkap Elis kepada iNews.id, Rabu (16/3/2022).
Menurut Elis, udara Sukabumi yang memang sejuk dan asri, membuatnya bersyukur sehingga bisa sembuh dari stroke. Namun, setelah mendapat serangan penyakit yang sama secara berulang, fungsi indra pendengar Elis menjadi menurun.
“Telinga kiri saya secara total tidak bisa lagi mendengar. Sementara telinga kanan kurang lebih 20 persen masih bisa mendengar, dan sekarang saya menggunakan alat bantu dengar,” tutur perempuan lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma itu.
Menyandang status difabel pendengaran tak membuat daya juang Elis surut. Di Sukabumi, dia membantu usaha properti yang dijalankan sang suami. Dia bertanggung jawab terhadap strategi dan manajemen bisnisnya.
Di samping itu, Elis juga mengisi waktunya dengan mengajar di salah satu yayasan pendidikan Islam di Sukabumi. “Mengajar memang sudah menjadi hobi saya. Jadi, ada sesuatu yang menyenangkan saya rasakan di saat mengajar,” katanya.
Pada 2016, usaha properti Roni bangkrut. Proyek pembangunan sekolah swasta yang dia jalankan di Sukabumi tidak dibayarkan oleh sang pemilik sekolah sebesar Rp100 juta. Tak hanya itu, dia juga harus menanggung utang ke toko bahan bangunan sebesar Rp7 juta.
Namun, rasa tanggung jawab sebagai kepala keluarga mendorong Roni memutar otak untuk mencari cara lain menghidupi istri dan anak-anaknya.
“Kebetulan di seputar wilayah kami itu banyak sekali kebun singkong. Karena suami saya itu orangnya kreatif, kepikiranlah untuk membuat suatu kreasi dari bahan baku singkong,” ungkap Elis.
Awal April 2016, dengan modal Rp50.000, Roni mulai membuka usaha baru. Dia membeli singkong, plastik untuk kemasan, minyak goreng, serta bumbu rasa keju dan jagung manis. Dari situ, dimulailah produksi keripik singkong “krispy” yang di kemudian hari dikenal sebagai Yammy Babeh.
Berbeda dengan keripik singkong pada umumnya, makanan hasil kreasi Roni sebenarnya adalah inovasi dari opak singkong (salah satu makanan tradisional khas Jawa Barat). Kendati demikian, keripik olahannya tersebut memiliki bentuk yang sangat tipis, dengan tekstur lebih renyah, enak, dan nikmat.
Pada mulanya, Elis dan Roni menawarkan keripik singkong buatan mereka kepada para tetangga, kerabat, dan keluarga. Sementara anak-anak mereka juga ikut mempromosikan makanan tersebut kepada teman-teman di sekolah maupun kawan-kawan sepermainan. Pada saat itu, kemasan Yammy Babeh masih menggunakan plastik biasa dan dijual seharga Rp3.000 per bungkus.
Respons pasarnya ternyata di luar dugaan Elis. Yammy Babeh menjadi makanan yang digemari berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa, sampai lansia. Sebab, selain sebagai camilan, keripik tersebut juga bisa dijadikan penganan pendamping pengganti kerupuk pada saat makan. (Bersambung)
Editor: Ahmad Islamy Jamil